Pengaturan Penggunaan Saksi Mahkota Dalam Pembuktian Tindak Pidana Di Persidangan

Main Author: AlHafi, Aris
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/112348/
Daftar Isi:
  • Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan mengenai pengaturan penggunaan saksi mahkota dalam pembuktian tindak pidana di persidangan. pemilihan judul tersebut dilatar belakangi oleh adanya praktek penggunaan saksi mahkota dalam proses pembuktian di persidangan selama ini, yang menjadi pro dan kontra karena dinilai telah melanggar tujuan KUHAP yang menjunjung tinggi HAM, hal tersebut terjadi dikarenakan belum adanya pengaturan mengenai saksi mahkota dalam KUHAP saat ini. Tidak adanya pengaturan yang tegas tersebut mengakibatkan adanya ketidak pastian hukum dalam penggunaan saksi mahkota. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Bagaimanakah penggunaan saksi mahkota dalam pembuktian tindak pidana di persidangan?, (2) Bagaimanakah seharusnya pengaturan saksi mahkota dalam pmbuktian tindak pidana pada rancangan KUHAP? Penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, skunder, dan tersier yang kemudian akan di analisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu suatu metode analisis bahan hukum yang bertujuan untuk menguraikan permasalahan, sehingga didapatkan simpulan yang tepat, guna menjawab permasalahan yang diangkat. Dari hasil penelitian menggunakan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang diangkat, bahwa penggunaan saksi mahkota selama ini berpedoman pada yurisprudensi Mahkamah Agung, yang dalam yurisprudensinya terdapat dua pendapat, yakni memperbolehkan dan melarang penggunaan saksi mahkota. Hal tersebut menyebabkan perbedaan penggunaan saksi mahkota dalam praktek. Rancangan KUHAP telah mengatur mengenai penggunaan saksi mahkota namun sampai saat ini masih dalam proses pembahasan. Dalam rumusannya, yang terdapat pada pasal 200, menjelaskan siapa yang dapat dijadikan saksi mahkota dan ditunjuk oleh siapa, namun mengenai kapan harus menunjuk atau menggunakan saksi mahkota masih belum diatur. Pengaturan saksi mahkota dalam rancangan KUHAP ini harus memandang posisi tersangka/terdakwa, sehingga akan lebih menjamin hak-hak dari tersangka/terdakwa.