Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Putusan Pidana Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Analisis Yuridis Putusan PN. Nomor 08/Pid.B/2013/PN-GS)

Main Author: Rahman, NovitaFriyandani
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/112337/
Daftar Isi:
  • Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Mati Terhadap Pelaku tindak Pidana Pembunuhan Berencana dengan menganalisis Putusan Gunungsitoli No. 8/Pid.B/2013/PN-GS, dalam putusan tersebut terdakwa Yusman Telaumbanua dijatuhi putusan pidana mati 340 KUHP dengan tuduhan pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama. Namun pelaku Yusman Telaumbanua tidak dapat dijatuhi hukuman mati dikarenakan usianya yang masih dibawah umur yaitu dengan dibuktikan Akta Baptisan yang dikeluarkan oleh Gereja Bethel Indonesia Nomor 03/GBI-TK/II/2015. Berdasarkan hal tersebut di atas, skripsi ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana mati terhadap pelaku pembunuhan berencana? (2) Apakah penjatuhan pidana mati oleh hakim telah sesuai dengan Undang-Undang No 3 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak? Kemudian Penulis dalam skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah pengkajian hukum melalui peraturan-peraturan hukum positif yang berlaku, berupa peraturan perundang-undangan dan keputusan lembaga-lembaga yang berwenang dan pendekatan kasus (case approach) yaitu dengan melakukan telaah pada kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, Penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa perbuatan Terdakwa dalam dakwaan Primair diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan berencana yang dilakukan secara. Terdakwa Yusman Telaumbanua diancam dengan hukuman mati. Menurut penulis bahwa Hakim yang menjatuhi Putusan mati terhadap pelaku Yusman Telaumbanua tidak tepat dikarenakan unsur-unsur yang ada dalam Pasal 340 KUHP tidak terpenuhi oleh pelaku Yusman Telaumbanua. Selain itu Yusman Telaumbanua tidak dapat dihukum mati karena usia dari pelaku tersebut masih belum dewasa yaitu ketika Putusan tersebut dijatuhi kepada pelaku masih berumur 16 tahun ini dibuktikan dengan Akta Baptisan yang dikeluarkan oleh Gereja Bethel Indonesia Nomor 03/GBI-TK/II/2015 dalam Akta Baptisan tersebut menjelaskan bahwa Yusman Telaumbanua lahir di Nias 30 Desember 1996. Jika dikaji lebih lanjut berdasarkan akta Baptisan tersebut jelas hukuman mati yang dijatuhkan kepada Yusman Telaumbanua tersebut bertentangan dengan Pasal 26 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Jo UU No. 11 Tahun 2011.