Keterangan Saksi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia

Main Author: Damanik, YanelsGarsione
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/112330/
Daftar Isi:
  • Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan Keterangan Saksi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi adanya penggunaan saksi testimonium de auditu pada suatu perkara-perkara tertentu dalam praktek peradilan di Indonesia, khususnya peradilan pidana tidak jarang ada suatu perkara atau kasus yang dalam pembuktiannya menggunakan kesaksian yang sifatnya testimonium de auditu, yaitu: 1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 430K/Pid/2006 yang melibatkan tersangka Safrin Adon Gafur alias Afin dalam kasus perbuatan cabul yang dilakukannya kepada seorang bocah yang belum cukup umur, 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010, dalam hal ini pemohon adalah Yusril Izha Mahendra. Kasus yang menimpa Yusril Izha Mahendra adalah kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 juga membenarkan bahwa keterangan saksi yang bersifat testimonium de auditu dapat diterima sebagai alat bukti. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 65/PUU-VIII/2010 berpendapat bahwa keterangan saksi itu adalah keterangan yang memiliki relevansi dengan peristiwa pidana yang diperkarakan. Bukan hanya sekedar melihat, mendengar dan mengalami sendiri. 3. Kasus tindak pidana kesusilaan dengan tersangka bernama Irfan Aftari alias Irfan Bin Izhar dalam putusan nomor 375/Pid.Sus/2013/PN.PTK tanggal 19 Desember 2013, dan 4. Kasus Yusman Telaumbanua dalam Putusan Pengadilan Negeri Sitoli Nomor 8/Pid.B/2013/PN-GS. dalam kasus tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh terdakwa Yusman Telaumbanua alias Joni alias Ucok alias Jonius halawa bersama dengan Rusula Hia alias Ama Sini Alias Rusula, Amosi Hia Alias Mosi, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia dan Jeni pada hari Selasa tanggal 24 April 2012 tersebut. Didalam persidangan kasus pembunuhan berecana secara bersama-sama ini ada 10 (sepuluh) saksi yang dibawa oleh Jaksa Penuntut Umum untuk didengarkan keterangannya serta satu saksi mahkota yaitu Rusula Hia yang di dengarkan dalam persidangan, tujuh orang saksi tersebut dalam memberikan keterangan yang diberikan yang hanya mendengar dari orang lain (testimonium de auditu atau hearsay evidence) dan tidak ada di tempat kejadian perkara. Keterangan dari ke-7 (tujuh) dari 10 saksi yang dibawa jaksa penuntut umum tersebut belum membuktikan secara kuat bahwa Yusman Telaumbanua ikut terlibat dalam hal melakukan pembunuhan berencana terhadap ketiga korban tersebut karena Yusman Telaumbanua hanya sebagai perantara antara korban dan kakaknya, yaitu Rusula Hia dalam penjualan tokek. Ditemukan juga fakta dalam salinan Putusan Pengadilan Negeri Sitoli Nomor 8/Pid.B/2013/PN-GS bahwa keterangan dari 3 dari 10 saksi yang dbawa oleh JPU yang dibacakan kesaksiannya pada proses penyidikan itu juga termasuk dalam kesaksian testimonium de auditu dan seharusnya pada proses persidangan tidak boleh dibacakan karena tidak ada alasan yang jelas atas ketidakhadiran dari ke tiga saksi dalam persidangan terdakwa Yusman Telaumbanua tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut pula maka penulis merumuskan sebuah rumusan masalah, yaitu: (1) Bagaimanakah urgensi keterangan saksi testimonium de auditu atau hearsay evidence dalam pembaharuan hukum acara pidana di Indonesia? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), Pendekatan kasus hukum (Case Approach), pendekatan konsep (Conceptual Approach). Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yang dianalisis dengan menggunakan teknik penelusuran bahan hukum sekunder atau tersier dapat dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research) maupun studi dokumentasi terhadap bahan-bahan hukum yang terdapat pada pusat-pusat dokumentasi dan informasi hukum atau di perpustakaan-perpustakaan pada instansi yang terkait ataupun penelusuran melalui internet. Lalu teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik intrepretasi gramatikal dan intrepretasi logis dalam memaknai suatau aturan hukum yang yang mengacu pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat para pakar hukum maupun berdasarkan putusan mahkamah konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 terkait dengan saksi testimonium de auditu. Dalam penelitian hukum yuridis normatif biasanya hanya mempergunakan sumber-sumber data sekunder saja yaitu buku-buku kepustakaan, catatan perkuliahan, peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka sehingga akan menemukan kesimpulan. Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahn yang ada bahwa keterangan saksi testimonium de auditu tersebut dapat digunakan dalam hukum acara pidana di Indonesia,, yaitu sebagai alat bukti petunjuk (tambahan). Karena tak selamanya keterangan saksi testimonium de auditu itu harus dikesampingkan, karena mungkin saja atau bisa saja keterangan saki testimonium de auditu dapat menjadi awal dari proses penyusunan rangkaian suatu pembuktian suatau tindak pidana. Namun penggunan, keterangan saksi de auditu tersebut itu tidak sembarangan dan tidak asal tetapi harus ada pedoman atau aturan yang jelas, contohnya Federal Rules Of Evidence yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Dalam memberikan kesaksian yang sifatnya testimonium de auditu tersebut hakim pula juga harus dituntut benar-benar menemukan dan melihat relevansi keterangan tersebut dengan perkara yang sedang disidangkan, diantaranya: 1. Apakah yang akan dibuktikan alat bukti tersebut?, 2. Apa yang akan dibuktikan itu merupakan hal yang material/subtansial bagi kasus tersebut?, 3. Apakah bukti tersebut memiliki hubungan secara logis dengan masalah yang akan dibuktikan?, 4. Apakah bukti tersebut cukup menolong menjelaskan persoalan (cukup memiliki unsur pembuktian? Dikeluarkannya Putusan Nomor 65/PUU-VIII/2010 oleh Mahkamah Konstitusi yang mengakui dan menerima adanya keterangan saksi testimonium de auditu dalam praktek peradilan pidana di Indonesia merupakan dasar yang kuat untuk memuat aturan mengenai mendengarkan keterangan saksi testimonium de auditu dalam RUU-KUHAP terbaru demi memperbaiki KUHAP ke arah yang lebih baik dalam perkembangan ilmu hukum di Indonesia.