Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi Melakukan Penuntutan Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Komisi Pemberantasan Korupsi Dan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat)
Main Author: | Arfian, Ilham |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/112281/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan yaitu kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang pada peraturannya yang kurang jelas mengatur, hal tersebut disebabkan karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang kurang jelas mengatur tentang jaksa penuntut manakah yang berhak melakukan penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang, apakah jaksa penuntut umum dari kejaksaan ataukah jaksa penuntut umum yang berasal dari komisi pemberantasan korupsi. Dan berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor, tindak pidana pencucian uang yang berdasarkan dari tindak pidana asalnya adalah korupsi maka dapat diadili di pengadilan tipikor di daerah setempat. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apakah dasar hukum Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantas Korupsi melakukan Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang jika ditinjau dari Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang? (2) Dasar pertimbangan apakah yang membuat hakim Tindak Pidana Korupsi menolak eksepsi terdakwa? Kemudian penulis dalam karya tulis ini menggunakan metode yuridis empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis adalah pendekatan untuk menelaah permasalahan yang didasari pada asas-asas dan peraturan hukum yang berlaku. Pendekatan sosiologis adalah pengkajian terhadap permasalahan dalam penelitian ini yang tidak terlepas dari peran serta pihak-pihak di dalam Tindak Pidana Korupsi maupun Tindak Pidana Pencucian Uang, sehingga data yang diperoleh dinilai berdasarkan factor-faktor sosiologis yang mempengaruhi Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa berdasarkan pada Pasal 6 Undang-Undang KPK yang menyatakan bahwa KPK berhak melakukan penuntutan terkait dengan tindak pidana korupsi dan berdasarkan pada Pasal 75 Undang-Undang TPPU yang menyatakan bahwa penggabungan penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal yaitu KPK. Dan berdasarkan pada asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan maka penuntutan juga bisa dilakukan oleh KPK perihal dengan asas ix tersebut. Serta pada pertimbangan dari hakim Tindak Pidana Korupsi yang menolak eksepsi terdakwa didasarkan pada Pasal 2 Undang-Undang Pengadilan Tipikor yang menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor berhak mengadili tindak pidana korupsi serta eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa termasuk dalam lingkup pokok perkara dan harus dibuktikan pada proses pembuktian di pengadilan dan juga terkait dengan penuntutan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum yang dikesampingkan.