Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Melakukan Pengujian Undang-Undang Hasil Ratifikasi Perjanjian Internasional Terhadap UUD NRI 45 Berdasarkan Putusan No.33/PUU-IX/2011

Main Author: Mahawijaya, Indra
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2015
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/112187/
Daftar Isi:
  • Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan pengujian konstitusionalitas oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan perkara PUU No.33/PUU-IX/2011 tentang UU No.38 Tahun 2008 tentang pengesahan piagam ASEAN, adapun latar belakang pemilihan judul diatas adalah terkait dengan amar putusan mahkamah konstitusi yang secara tidak langsung menyatakan bahwa mahkamah konstitusi berwenang untuk melakukan pengujian secara judicial review atas UU No.38 Tahun 2008 yang berarti bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang dalam melakukan judicial review pula terhadap Undang-Undang hasil ratifikasi perjanjian internasional, adapun akibat hukum dari perbuatan hukum melakukan judical review terhadap Undang-Undang hasil ratifikasi perjanjian internasional yang salah satunya berupa pengingkaran terhadap asas pacta sunt servanda, sehingga berdasarkan latar belakang diatas maka skripsi ini mengangkat rumusan masalah : (1) Bagaimana Analisis kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian terhadap Undang-Undang hasil ratifikasi perjanjian internasional berdasarkan perkara PUU No.33/PUU-IX/2011? (2) Bagaimana alternatif model pengujian Undang-Undang hasil ratifikasi perjanjian internasional oleh Mahkamah Konstitusi ? Dalam menjawab rumusan masalah diatas, penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (case approach), bahan hukum primer, sekunder, dan tersier diperoleh oleh penulis yang akan dianlisis menggunakan teknik analisis deskiptif analitis yaitu suatu metode analisis bahan hukum dengan cara menentukan isi atau makna aturan hukum dari hukum nasional, konvensi internasional, yurisprudensi berupa putusan mahkamah konstitusi, dan doktrin ahli hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada (1) hasil analisa dari putusan mahkamah konstitusi No.33/PUU-IX/2011 adalah pertama bahwa pemberian bentuk undang-undang terhadap perjanjian internasional yang dinamis dan cepat berubah seperti perjanjian internasional dalam bidang ekonomi dan perdagangan tidak tepat apabila ditransformasikan dalam bentuk undang-undang, sehingga bentuk formil ASEAN Charter dalam bentuk UU No.38 Tahun 2008 tidak tepat, kedua adanya penemuan hukum berupa menjawab kedudukan hukum nasional dalam runag lingkup hukum internasional berupa jawaban indonesia menganut teori primat hukum nasional dengan dibuktikan dengan pernyataan konstitusional bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang melakukan pengujian secara judicial review terhadap Undang-Undang hasil ratifikasi perjanjian internasional, akan tetapi xiii berdasarkan kewenangan mahkamah dalam melakukan judicial review terhadap Undang-Undang hasil ratifikasi perjanjian internasional adapun berbagai macam akibat hukum. (2) berdasarkan akibat hukum terhadap kewenangan judical review terhadap Undang-Undang hasil ratifikasi perjanjian internasional maka penulis menawarkan model pengujian alternatif terhadap undang-undang hasil perjanjian internasional, adapun yang pertama gagasan judicial preview pra-ratifikasi perjanjian internasional sebagai jawaban atas pengujian konstitusionalitas suatu perjanjian internasional sebelum diratifikasi dalam bentuk (khususnya) undangundang dan dilakukan pada tahapan negosiasi hingga tahapan perumusan naskah, kedua gagasan constitutional compalaint hasil ratifikasi perjanjian internasional oleh Mahkamah Konstitusi, pengujian yang berorientasi kepada pengaduan konstitusional warga negara menjadi jawaban apabila suatu perjanjian internasional sudah terlanjur diratifikasi ataupun sudah diratifikasi dengan dasar alasan berupa hak konstitusional yang merupakan bagian dari HAM, dan HAM secara teori dan hukum internasional dikategorikan sebagai Ius Cogens, sehingga penggunaan alasan hak konstitusional sebagai upaya pembatalan undang-undang hasil ratifikasi perjanjian internasional serta perjanjian internasional adalah alasan yang bersifat universal karena sesuai dengan hukum perjanjian internasional.