Urgensi Grasi Bagi Terpidana Narkotika Terkait Dengan Perkembangan Perlakuan Terhadap Pelanggar Kejahatan Narkotika di Indonesia (Analisis terhadap Kasus Narkotika oleh Schapelle Leigh Corby)
Main Author: | Muda, WekaNovia |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/112128/1/WEKA_NOVIA_MUDA_%280910110086%29.pdf http://repository.ub.ac.id/112128/ |
Daftar Isi:
- Grasi merupakan hak prerogatif Presiden yang tercantum didalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945. Grasi diatur didalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Grasi dapat diberikan oleh Presiden untuk mendapatkan pengampunan dan/atau untuk menegakkan keadilan hakiki dan penegakan hak asasi manusia terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Presiden memberikan grasi pada Corby yang merupakan terpidana narkotika. Permasalahan yang dibahas adalah pengaturan grasi terkait dengan perlakuan terhadap pelanggar kejahatan tindak pidana narkotika di Indonesia? Serta pemberian grasi bagi terpidana narkotika tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika? Penulisan ini bertujuan untuk dapat menganalisa tentang pengaturan grasi terkait dengan perlakuan terhadap pelanggar kejahatan tindak pidana narkotika di Indonesia dan pemberian grasi bagi terpidana narkotika tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Dalam upaya menganalisa permasalahan di atas, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melihat isi suatu peraturan dalam hukum pidana diluar KUHP yang menyangkut mengenai pengaturan tentang grasi dan narkotika, serta menganalisa undang-undang secara konsepsional. Dengan menggunakan bahan-bahan hukum yang ada, penulis menggunakan teknik analisa bahan hukum deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian, maka kemudian diperoleh hasil jawaban atas permasalahan diatas, bahwa narkotika seharusnya tipe kejahatan yang tidak perlu diberikan grasi. Presiden seharusnya lebih peka untuk tidak memberikan grasi bagi kejahatan narkotika, karena sangat jelas di dalam putusan Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali Corby dengan tetap menetapkan hukumannya selama 20 (Dua Puluh) tahun bukan malah memberikan grasi dengan alasan sakit dan alasan politis. Padahal negara Indonesia sedang gencar-gencarnya untuk lebih fokus untuk menciptakan “Indonesia Negeri Bebas Narkoba” dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tahun 2011-2015, namun dengan diberikannya grasi 5 (lima) tahun terhadap Corby, Indonesia tidak akan terbebas dari jeratan narkotika tahun 2015.