Implikasi Perumusan Prinsip Restorative Justice Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Terkait Kasus Bullying Di Kalangan Pelajar

Main Author: Fandinia, YonnaDiangrani
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/112096/1/cover_SKRIPSI.pdf
http://repository.ub.ac.id/112096/
Daftar Isi:
  • Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan tentang Implikasi Perumusan Prinsip Restorative Justice Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Terkait Kasus Bullying Di Kalangan Pelajar yang dilatarbelakangi dengan munculnya kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah dan diterbitkannya undang-undang baru yaitu Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau UU SPPA yang akan mengakomodir permasalahan terkait dengan anak. UU SPPA ini dianggap dapat menyelesaikan perkara anak yang berkonflik dengan hukum tanpa adanya stigma negatif dari masyarakat akibat adanya proses peradilan secara formal. UU SPPA ini mengangkat mekanisme diversi sebagai perwujudan prinsip restorative justice untuk melindungi hak-hak seorang anak. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apakah bentuk upaya penyelesaian yang dirumuskan oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak? (2) Apakah proses diversi dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sudah menerapkan prinsip restorative justice?. Kemudian penuLIsan karya tulis ini menggunakan penelitian hukum normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif yaitu suatu metode analisis bahan hukum dengan cara menentukan isi atau makna dari konvensi, deklarasi internasional, atau pendapat para ahli hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Dari hasil penelitian dengan metode tersebut, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa pengaturan mengenai diversi di Indonesia yang diatur melalui UU SPPA yang akan berlaku Juli 2014 ini sebenarnya masih kurang melindungi hak-hak seorang anak karena proses diversi ini masih dilakukan di setiap tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Padahal diversi sebenarnya adalah suatu proses pengalihan penyelesaian perkara dari proses formal ke proses informal. Pengaturan diversi ini wajib dilakukan di setiap tahap proses peradilan formal tersebut. Pengaturan mengenai diversi sebaiknya dilakukan tanpa harus sampai pada proses formal sehingga anak tidak akan sampai merasakan proses peradilan formal dan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.