Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/Puu-X/2012 Atas Permohonan Uji Materiil Pasal 96 Undang-Undang Ketenagakerjaan Terkait Daluwarsa Penuntutan Pembayaran Upah Pekerja
Main Author: | Khumaidah, HenyFitri |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/111936/1/BAB_II.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/2/BAB_III.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/2/BAB_IV.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/3/BAB_V.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/4/DAFTAR_ISI.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/5/BAB_I.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/6/DAFTAR_PUSTAKA.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/7/JUDUL.pdf http://repository.ub.ac.id/111936/ |
Daftar Isi:
- Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012 atas permohonan uji materiil ketentuan Pasal 96 Undang-Undang 13 Tahun 2003 terkait daluwarsa penuntutan pembayaran upah pekerja. Ketentuan terkait daluwarsa di Indonesia sudah digunakan sejak jaman Belanda yang digunakan untuk menjamin kepastian hukum. Namun ketentuan daluwarsa dalam Pasal 96 Undang-Undang 13 Tahun 2003 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal ini dapat menimbulkan problematika, karena sejak dikeluarkaannya putusan ini buruh dapat menuntut pembayaran upah kapan saja sejak timbulnya hak. Berdasarkan hal tersebut di atas, rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana implikasi yuridis putusan mahkamah konstitusi nomor 100/PUU-X/2012 atas permohonan uji materiil pasal 96 undang-undang ketengakerjaan terkait daluwarsa penuntutan pembayaran upah pekerja? Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, konsep, dan analisis. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan dokumentasi. Bahan hukum dianalisis dengan metode interpretasi, yaitu interpretasi gramatikal, sistematis dan sosiologis. Hasil skripsi ini menunjukkan bahwa bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja merupakan norma hak asasi manusia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus dilindungi, dijamin dan dipenuhi oleh Negara. Namun, ada peraturan yang membatasi hak-hak pekerja terkait upah dengan adanya daluwarsa, jika selama jangka waktu 2 tahun pekerja tidak menuntut pembayaran upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja yang diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang 13 Tahun 2003 dan Pasal 30 Peraturan Pemerintah 8 Tahun 1981, maka pekerja kehilangan hak untuk menuntut pembayaran upah kepada pengusaha. Marten Boiliu pekerja PT. Shandy Putra Makmur menganggap Pasal 96 Undang-Undang 13 tahun 2003 melanggar hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara dengan mengajukan permohonan uji materiil di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakahn bahwa Pasal 96 Undang-Undang 13 Tahun 2003 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Sehingga para pekerja dapat menunutut pembayaran upah dan segala yang timbul dari hubungan kerja kapan saja sejak timbulnya hak. Putusan Mahkamah Konstitusi ini memberikan manfaat bagi pekerja, namun disisi lain pengusaha sebagai pelaku usaha dan juga sebagai warganegara Indonesia juga harus dilindungi. Maka dari itu diperlukan regulasi untuk menjamin kepastian dan keadilan bagi pekerja dan pengusaha pasca putusan Mahkamah Konstitusi guna tercipta iklim usaha yang dinamis. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi berlaku ke depan sehingga subjek hukum dan perkara yang terkait dengan tuntutan pembayaran upah sebelum putusan ini dianggap sah dan terhadap peraturan terkait yaitu Pasal 30 Peraturan Pemerintah 8 Tahun 1981 sebagai norma yang diadopsi oleh ketentuan pasal 96 Undang-Undang 13 Tahun 2003 harus dinyatakan tidak mempunyai hukum mengikat.