Pemanfaatan Cagar Alam Pulau Sempu Kabupaten Malang Ditinjau Dari Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam (Studi Di Balai

Main Author: Situmorang, YoppyKurniawan
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/111926/1/Yoppy_Kurniawan_Situmorang_-_105010107111060.pdf
http://repository.ub.ac.id/111926/
Daftar Isi:
  • Tuhan menciptakan alam beserta isinya jelas memiliki makna yang beragam.Salah satunya bagi manusia, hewan, dan tumbuhan yang sejak dari dulu selalu mengalami keterkaitan dan ketergantungan di dalam keberadaannya.Manusia sebagai makhluk yang sempurna, yang memiliki akal pikiran dituntut untuk dapat menjaga, melindungi dan mengelola kelestarian alam beserta isi di dalamnya, khususnya kawasan alam yang dilindungi, yakni kawasan konservasi cagar alam Pulau Sempu di Kabupaten Malang. Hal yang dibahas ialah Pemanfaatan Cagar Alam Pulau Sempu berdasarkan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 yang pemanfaatannya hanya dapat digunakan sebagai kegiatan penelitian, pendidikan, penyimpanan karbon, serta pemanfaatan sumber plasma nutfah. Metode pendekatan yang digunakan ialah yuridis sosiologis ,yaitupendekatan penelitian yang berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat atau penerapan norma dalam masyarakat. Lokasi penelitian bertempat di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur dan Cagar Alam Pulau Sempu. Jenis dan sumber data terdiri dari data primer, dengan metode wawancara dan observasi serta data sekunder, dengan melakukan studi pustaka dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian penulis memperoleh jawaban, bahwa Implementasi Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dalam pemanfaatan cagar alam Pulau Sempu sebagian sudah sesuai dengan apa yang tertera dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Namun, dalam kenyataannya seringkali dijumpai kegiatan wisata di dalam kawasan.Hal ini jelas bersifat ilegal karena telah menyalahi aturan. Dalam pelaksanaannya ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam.Hambatan tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kesalahan sistem dalam organisasi, komunikasi yang kurang baik ataupun lemahnya aturan dan saknsi yang diterapkan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, yaitu dengan mengusulkan sebagian kawasan untuk menjadi taman wisata alam, memperkuat sumber daya manusia, perbaikan sarana prasarana, penegakan hukum harus tegas, serta koordinasi yang baik dengan semua pihak.