Kendala Yang Dihadapi Jaksa Penuntut Umum Untuk Melakukan Pra Penuntutan Dalam Rangka Proses Penuntutan Tindak Pidana Umum (Studi Di Kejaksaan Negeri Kota Malang)
Main Author: | Maryono, ErichaCahyo |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/111903/1/SKRIPSI_LENGKAP.pdf http://repository.ub.ac.id/111903/ |
Daftar Isi:
- Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai Kendala Yang Dihadapi Jaksa Penuntut Umum Untuk Melakukan Pra Penuntutan Dalam Rangka Proses Penuntutan Tindak Pidana Umum. Hal ini dilatar belakangi oleh ketentuan dalam Pasal 110 Jo Pasal 138 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur dan memberi kewenangan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan pra penuntutan terhadap berkas perkara yang kurang lengkap. Untuk dapat melakukan tindakan pra penuntutan ini dibutuhkan hubungan koordinasi yang baik antara Jaksa Penuntut Umum dengan penyidik, tetapi seringkali terdapat kendala bagi Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pra penuntutan. Sehingga menghambat dalam proses penyelesaian suatu perkara. Hal yang menjadi dasar penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menganalisis kriteria yang dipakai oleh Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pra penuntutan, serta untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi dan upaya untuk mengatasi kendala yang yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pra penuntutan. Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode penelitian Yuridis Empiris dengan metode pendekatan Yuridis Sosiologis. Data primer diperoleh dengan cara wawancara. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan, studi dokumentasi, dan penelusuran situs internet. Kemudian, seluruh data diolah dengan teknik deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban bahwa kriteria yang dipakai oleh Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pra penuntutan adalah pokok perkara di BAP tidak fokus, penyidik tidak tepat dalam menjerat pasal, alat bukti tidak tercantum lengkap, keterangan saksi tidak tercantum lengkap, modus operandi tidak tercantum jelas, Inventarisasi tidak tercantum lengkap, kesalahan pada syarat formil dan syarat materill di BAP, serta sulit dan rumit dalam mempelajari BAP. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kendala, yaitu proses bolak-balik berkas perkara, koordinasi yang kurang antara Jaksa Penuntut Umum dengan penyidik, penyidik lampaui batas waktu penyelesaian BAP, petunjuk melengkapi BAP tidak dilaksanakan, locus delictie lebih dari satu tempat, dan BAP tidak dikembalikan lagi kepada Jaksa Penuntut Umum. Adapun upaya yang dilakukan ialah memberi petunjuk yang jelas dan rinci, menjalin koordinasi antara Jaksa Penuntut Umum dengan penyidik, menerbitkan surat model P-20, melakukan komunikasi dan bekoordinasi, menetapkan locus delictie dengan melihat locus delictie yang dominan dan 3 (tiga) teori locus delictie, serta mengingatkan berkomunikasi secara intensif dan menerbitkan surat model P-20.