Daftar Isi:
  • Di indonesia pengaturan hukum waris bukan hanya hukum privat, pengaturan waris juga berkaitan dengan ranah hukum publik. Dalam ranah hukum publik, eksistensi warisan sendiri dapat dipertanggungjawabkan secara pidana apabila berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Pertanggungjawaban ahli waris yang mendapatkan harta warisan dari pelaku tindak pidana korupsi diatur dalam pasal 32, 33, dan 34 undang undang no 31 tahun 1999 jo undang undang no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada intinya, ketentuan-ketentuan tersebut meminta pertanggungjawaban ahli waris untuk mengembalikan kerugian negara akibat pewaris terdahulu. Kasus pertanggungjawaban ahli waris akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan pewaris diantaranya kasus Alm. Yusuf Setiawan, tersangka korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di Provinsi Jawa Barat. Yusuf setiawan yang semasa hidupnya menjabat sebagai Direktur PT.SETIAJAYA MOBILINDO telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mobil Ambulance, Dump Truck, Stooms Walls pada Tahun 2003 dan pengadaan mobil Ambulance, Mobil Tangga, Dump Truck, Stoom Walls dan Backhoe Loader pada Tahun 2004 ;dinilai merugikan negara sebesar Rp 48,8 miliar yang berasal dari pengadaan tahun 2003 dan 2004. Yusuf dinilai telah memperkaya PT Setiajaya Mobilindo dan PT Traktor Nusantara pada tahun anggaran 2003 sebesar Rp 20,7 miliar dan tahun 2004 Rp 28,1 miliar. Sehingga Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp. 48,8 miliar. Dalam tahap persidangan Yusuf Setiawan meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya. Secara hukum pidana sesuai dalam KUHP pasal 77 penuntutan perkara atas nama alm. Yusuf Setiawan gugur dan tidak dapat dilanjutkan demi hukum, karena yang bersangkutan telah meninggal dunia dalam tahap persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi. Namun dalam hal ini Negara mengalami kerugian yang diakibatkan tindak pidana korupsi tersebut. Maka dengan cukup bukti Negara melalui Jaksa Pengacara Negara menggugat secara perdata kepada ahli waris Yusuf Setiawan. Dalam penelitian ini, yang akan menjadi obyek kajian penulis adalah tentang dasar yuridis gugatan terhadap ahli waris dalam penggantian kerugian Negara dalam tindak pidana korupsi. Selain itu, seberapa jauh ahli waris tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban atas penggantian kerugian Negara yang ditimbulkan akibat perbuatan tindak pidana korupsi si pewaris tersebut. Hal ini sangat penting mengingat dalam kasus dan putusan yang akan diteliti bahwa si pewaris pada masa hidupnya menjabat sebagai direktur dan memperkaya PT. Setiajaya Mobilindo. Dan pada prakteknya diketahui antara hukum perdata dan hukum pidana adalah berbeda, baik secara formil maupun materiil. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti akan mengangkat rumusan masalah Bagaimana kedudukan ahli waris atas tindakan perbuatan melawan hukum alm. Yusuf Setiawan yang menimbulkan kerugian negara dalam putusan nomor: 02/PDT.G/2010/PN.DPK? Jenis penelitian yang peneliti ambil adalah yuridis normatif, dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Untuk menganalisis berbagai bahan hukum yang ada, teknik analisis bahan hukum yang digunakan oleh peneliti memakai metode penafsiran gramatikal, dan penafsiran sistematis. Kedudukan ahli waris dalam gugatan penggantian kerugian negara pada tindak pidana korupsi terdapat beberapa perspektif, yaitu di tinjau dari pertimbangan hakim, perspektif hukum perseroan tentang tanggung jawab direksi, dan perspektif hukum perdata tentang system kewarisan. Berdasarkan pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 02/PDT.G/2010/PN.DPK . berdasarkan pasal 34 undang undang nomor. 31 tahun 1999 jo undang uundang no.20 tahun 2001 tentang pemeberantasan tindak pidana korupsi, maka gugatan perdata untuk tindak pidana korupsi dapat diajukan kepada ahli warisnya. Hal ini sudah tepat mengingat hal ini sejalan dengan undang undang hukum positif Indonesia. Berdasarkan pertimbangan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, kedudukan ahli waris dalam gugatan ini adalah sah sebagai tergugat. Mengingat bahwa alm. Yusuf Setiawan melakuan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan undang undang perseroan. Maka dari itu alm. Yusuf Setiawan bertanggung jawab secara pribadi. Secara pribadi disini menurut hakim adalah pertanggungjawaban meliputi harta pribadinya. Berhubungan dengan itu, alm. Yusuf Setiawan meninggal dunia pada tahap peradilan, maka ahli warislah yang harus bertanggungjawab. Menurut perspektif hukum perseroan, Perbuatan melawan hukum diatur dalam pada undang undang nomor.47 tahun 2007, dimana dalam undang undang tersebut mengatur bahwa segal tindakan yang di ambil oleh direktur, selama perbuatan tersebut mengatasnamakan perseroan dan bertujuan untuk perseroan, maka perseroan tersebut yang dapat di gugat secara perdata. Seorang direksi dapat digugat secara perdata, jika perbuatan tersebut tidak sesuai dengan anggaran dasar perseroan, dan melanggar ketentuan perarturan pada perseroan. Namun jika seorang direksi melakukan perbuatan melawan hukum mengatasnamakan perseroan tersebut dapat di gugat secara perdata jika perseroan tersebut belum berbadan hukum. Berdasarkan perspektif hukum perdata tentang system hukum kewarisan, bahwa pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum adalah salah satunya penggantian kerugian pihak yang dirugikan. Konsep kerugian tersebut mempunyai persamaan dengan hutang dalam hukum perdata,dimana menjadi tanggung jawab, atau kewajiban bagi si berhutang untuk membayarnya, ketika seseorang yang berhutang tersebut meninggal dunia, sebelum melunasi kewajibannya, maka ahli warislah yang bertanggung jawab atas kewajiban tersebut. Perlunya melihat dari beberapa aspek hukum dalam memutus suatu perkara dalam hal ini mengenai kedudukan ahli waris terhadap gugatan penggantian kerugian negara pada kasus alm. Yusuf Setiawan, yaitu pada aspek hukum perseroan terbatas, hukum perdata mengenai sistem hukum kewarisan, hukum pidana, sehingga majelis hakim dalam memutus perkara pandangan hukum yang luas. Jadi majelis hakim tidak melihat dari satu sisi perspektif hukum saja dalam menerapkan putusan perkara, melainkan ada perspektif lainnya yang dapat dicermati oleh hakim dalam memutus perkara pengantian kerugian negara pada kasus korupsi yang terjadi di PT. Mobilindo Setiajaya dengan terdakwa alm. Yusuf Setiawan yang meninggal dunia, hal ini penting karena sebelum meninggal alm. Yusuf Setiawan menjalankan untuk dan atas nama Perseroan.