Kedudukan Hukum Kegiatan Usaha Pertambangan Pada Kawasan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Dalam Konteks Negara Kesejahteraan

Main Author: Putri, NabillaDesyalika
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/111735/1/SKRIPSI_-_NABILLA_DESYALIKA_PUTRI_-_105010101111011.pdf
http://repository.ub.ac.id/111735/
Daftar Isi:
  • adat, serta kedudukan hukum kegiatan usaha pertambangan pada kawasan hak ulayat masyarakat hukum adat dalam konteks negara kesejahteraan. Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunakan tiga (3) pendekatan yakni pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan perundangundangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case apprach). Serta dianalisis dengan menggunakan teknik analisis yuridis kualitatif. Dari hasil penelitian di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa kedudukan hukum kegiatan usaha pertambangan pada kawasan hak ulayat masyarakat hukum adat dapat di temukan pada Pasal 135 dan 136 UU No. 4 Tahun 2009. Kedua pasal tersebut secara substansi terdapat syarat mutlak bahwa perusahaan pertambangan baru dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah, namun tidak terdapat pada penjelasan apakah persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan lisan atau tertulis. Sehingga apabila perusahaan pertambangan ingin melakukan kegiatan usaha pertambangan pada kawasan hak ulayat masyarakat hukum adat harus melihat keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lain, seperti UUPA, TAP MPR No IX/2001, dan PMNA No. 5 Tahun 1999. Namun di satu sisi, pada Pasal 135 dan 136 UU No 4 Tahun 2009 tersebut terlihat tidak adanya keterlibatan negara dalam proses pelepasan tanah ulayat untuk kegiatan usaha pertambangan, karena perusahaan pertambangan berhadapan langsung dengan masyarakat hukum adat. Padahal apabila diposisikan dalam konteks negara kesejahteraan, masyarakat mendambakan peran dan pelaksanaan tanggung jawab negara yang lebih besar untuk menyejahterakan rakyat. Selain itu, kedua pasal tersebut timpang, karena tidak ada sanksi bagi perusahaan pertambangan yang tidak melaksanakan kewajiban untuk meminta persetujuan kepada masyarakat hukum adat sebelum melakukan kegiatan usaha pertambangan di kawasan hak ulayat masayrakat hukum adat. Namun sebaliknya, UU No. 4 Tahun 2009 memberikan klausul kriminalisasi bagi pihak yang mengganggu kegiatan usaha pertambangan untuk menjamin kepastian hukum bagi perusahaan pertambangan yang telah memperoleh izin usaha pertambangan yang sah.