Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menentukan Berat Ringannya Pidana pada Terdakwa Korupsi studi di Pengadilan Negeri Kediri

Main Author: Rahmayani, Sartika
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/111184/1/051101919.pdf
http://repository.ub.ac.id/111184/
Daftar Isi:
  • Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus yang diatur dalam undang-undang tersendiri di luar KUHP. Undang-Undang yang mengaturnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-undang 31 Tahun 1999 tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai tindak pidana khusus, maka hukum acara yang mengatur penyelesaian tindak pidana korupsi sebagian berbeda dengan hukum acara pidana yang mengaturtindak pidana pada umumnya. Perbedaan tersebut mempunyai tujuan tersendiri yaitu dalam rangka menyelamatkan keuangan dan perekonomian Negara demi terlaksananya pembangunan nasional. Dalam menjatuhkan putusan pemidanaan, hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan berat ringannya pidana yang dipandang paling tepat dan adil yang bagi terdakwa, meskipun dalam hal ini hakim tetap terikat pada jenis pidana yang diancamkan terhadap terkdakwa. Hakim dalam memutus perkara tindak pidana korupsi, harus didasarkan pada alat-alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam psal 184 ayat (1) KUHAP. Dari pemeriksaan berdasarkan alat-alat bukti yang sah selama persidangan, hakim akan memperoleh keyakinan untuk memutus bersalah tidaknya terdakwa, selain itu juga berdasarkan keyakinan hakim ini pula dapat ditentukan berat ringannya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Selain itu, pertimbangan-pertimbangan di luar ketentuan normatif juga diperlukan hakim sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan berat ringannya pidana yang dijatuhkan kepada tedakwa dalam tindak pidana korupsi. Diantara perbedaan atau penyimpangan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-undang 31 Tahun 1999 tentang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa apabila hakim memperkenankan maka terdakwa dapat memberikan keterangan tentang pembuktian bahwa dirinya tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Namun dalam hal ini jaksa penuntut umum tetap berkewajiban untuk memberikan pembuktian yang berlawanan. Keterangan tentang pembuktian tersebut, dimaksudkan untuk membuat terang tentang duduk perkara yang sebenarnya. Keterangan tentang pembuktian ini tidak saja dimaksudkan untuk meringankan hukuman tetapi lebih dari itu adalah untuk membuktikan bahwa dakwaan yang di dakwakan jaksa penuntut umum benar atau tidak.