Perlindungan Hukum bagi buruh perempuan terhadap adanya segregasi kerja dan implikasinya terhadap upah dan kesempatan memilih jenis kerja dalam Sektor Industri studi Pada PT. Otsuka dan PT. Patal

Main Author: HikmatulUla
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2007
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/109976/
Daftar Isi:
  • Latar belakang dalam penulisan skripasi ini adalah adanya perbedaan penerimaan upah antara pekerja/buruh laki-laki dan pekerja/buruh perempuan menurut data statistik badan Pusat Statistik (BPS). Hal tersebut berdasarkan teori segregasi kerja yang mengemukakan adanya pembedaan jenis kerja antara lakilaki dan perempuan dalam sektor industri. Teori segregasi tersebut diperkuat dengan manajer Sumber Daya Manusia di perusahaan yang masih memiliki persepsi untuk membedakan tempat kerja yang dikerjakan oleh buruh berdasarkan perbedaan jender karena alasan kodrati dan efisiensi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah pertama, untuk mendeskripsikan dan menganilisis bentuk segregasi kerja dan implikasinya terhadap upah dan hak memilih jenis kerja bagi buruh perempuan. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi pekerja/buruh perempuan dari adanya segregasi kerja, secara normatif dan upaya dilakukan oleh Disnaker. Penelitian ini mengambil lokasi di PT. Otsuka Indonesia pabrik Lawang dan PT. Patal Lawang Kabupaten Malang. Menggunakan metode pendekatan yuridis antropologis dan yuridis sosiologis. Data primer yang digunakan adalah wawancara dengan pihak-pihak terkait dan data sekunder di dapatkan dari studi kepustakaan. Dari hasil analisis dan pembahasan diketahui bahwa bentuk segregasi kerja yang ada di PT Otsuka Lawang yaitu terjadi sejak rekruitmen (penarikan) tenaga kerja baru. Dalam persyaratan penerimaan tenaga kerja baru terdapat kualifkasi jender (jenis kelamin) untuk posisi-posisi tertentu pula. Dengan demikian sejak awal jenis kerja sudah ditentukan perusahaan. Sedangkan di PT Patal, adanya segregasi tersebut dapat dilihat dengan adanya kebijakan penggantian pekerja/buruh perempuan dengan pekerja/buruh laki-laki pada bagian produksinya. Alasan yang digunakan oleh kedua perusahaan tersebut tidak jauh berbeda yaitu perempuan dianggap lebih lemah dibanding laki-laki sehingga lebih tidak produktif, apalagi dibebani dengan beban domestik dan kondisi kodrati yang dinilai sangat merepotkan. Secara normatif telah banyak peraturan yang memberikan perlindungan hukum bagi buruh perempuan untuk bebas dari praktek diskriminasi dan berhak memilih jenis kerja sesuai dengan kemampuannya. Upaya perlindungan hukum yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang masih bersifat prefentif dengan melakukan kontrol pada saat pembuatan Perjanjian Kerja Bersama. Disaker belum mengadakan pelatihan khusus mengenai hak-hak normatif bagi buruh perempuan (hak memilih jenis kerja) bagi buruh perempuan maupun manajer perusahaan. Sehingga sebagai rekomendasi Disnaker dapat memberikan pelatihan khusus tentang hak-hak normatif buruh bagi buruh dan manajer perusahaan agar tidak terjadi segregasi kerja yang merugikan pekerja/buruh perempuan.