“Jancuk Makna Kata Dalam Budaya Anak-Anak Di Semolowaru Utara Surabaya”
Main Author: | Mahareni, Vita Ayu |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/10872/ |
Daftar Isi:
- Indonesia memiliki beragam budaya dan bahasa, kekhasan bahasa di Indonesia sudah banyak dikenal salah satunya adalah bahasa makian khas Kota Surabaya. Surabaya adalah kota metropolitan di JawaTimur, berbagai bentuk budaya berada didalamnya termasuk bahasa makian yang telah lama dikenal di kota tersebut yaitu jancuk. Jika berkunjung di kota pahlawan tersebut kata makian jancuk seakan menjadi kata yang biasa saja diucapkan oleh masyarakat umum. Menurut asal mulanya kata jancuk merupakan kata yang digunakan untuk mengumpat atau memaki orang lain. Sebab kata tersebut mengandung sebuah arti yang tidak baik yaitu jancuk = jalok diencuk yang diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu mintak untuk disetubuhi, kata yang menggambarkan sebuah aktivitas seksual yang pada dasarnya dilakukan oleh orang dewasa ini sangat tabuh jika diucapkan, sebab mengandung arti sebenarnya yang tidak baik dan tergolong menjadi kata kotor. Namun jika memasuki kota Surabaya kata jancuk mungkin bisa menjadi kata pokok dalam komunikasi cultural masyarakat setempat. Sebab bentuk karakter orang jawa timuran yang terkesan kasar dan pemberani kata jancuk tersebut seakan pantas menjadi kata yang menunjukan karakter orang Surabaya. Akan tetapi jika kata jancuk menjadi kata yang biasa diucapkan oleh masyarakat umum kota Surabaya, lalu bagaimana dengan anak-anak, jika kata tersebut diucapkan dalam komunikasi anak-anak ? pada dasarnya kata jancuk adalah kata yang tidak layak untuk diucapkan oleh seseorang dalam komunikasi mereka namun seakan dengan perubahan zaman yang ikut pula merubah pola pikir masyarakat maka kata jancuk saat ini tidak hanya dimaknai sebagai kata kotor, kata vulgar dan kata makian yang hanya diucapkan saat seseorang dalam kondisi emosi kemarahan. Namun kini kata tersebut berubah makna ketika para penuturnya mengucapkan dengan maksut atau arti lain / arti tidak sebenarnya.