Female Stereotypes Presented in “Cantiq” Tabloid

Main Author: Fachrani, JoanIsmaAyuAstri
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/100674/1/Joan_Isma_Ayu_Astri_Fachrani_%280911110193%29_-_THESIS.pdf
http://repository.ub.ac.id/100674/
Daftar Isi:
  • Secara kultural, masyarakat di berbagai belahan dunia menata diri sebagai masyarakat patriarki. Budaya patriarki berperan besar dalam menyudutkan wanita dengan peran gender yang sudah ditentukan sepenuhnya dan ternaturalisasikan oleh masyarakat patriarki. Fenomena inilah yang disebut stereotip wanita. Bahasa (discourse) juga berperan dalam mengkonstruksikan gender, ideologi dan stereotip, hingga kemudian diadaptasi oleh tabloid wanita sebagai media massa yang mempunyai kuasa untuk menyebarkan “pesan” mereka. Critical Discourse Analysis (CDA) memandang bahasa sebagai “praktek sosial” yang dapat memberi pengaruh kuat kepada masyarakat. Studi ini bertujuan untuk menjabarkan konstruksi makna yang disampaikan oleh judul utama tabloid “Cantiq”, dan mencari tahu stereotip wanita dalam tabloid ini. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dua jenis studi, yaitu, analisa dokumen dan studi kasus. Penulis menggunakan sampling kriteria kasus untuk menemukan partisipan yang sesuai dengan kriteria. Partisipan dalam studi ini adalah para pembaca tabloid “Cantiq” yang terdiri dari 2 wanita masa dewasa dini dan 2 wanita dari masa dewasa madya. Data studi ini diambil dari judul utama tabloid “Cantiq” pada bulan Januari 2013 hingga Februari 2013, serta hasil interview para partisipan. Hasil studi ini menemukan bahwa ada dua konstruksi makna yang terdapat dari judul utama tersebut, yaitu “wanita tidak boleh gemuk” dan “kecantikan fisik itu penuh dengan resiko”. Studi ini juga menemukan bahwa ada dua stereotip wanita yang diinterpretasikan oleh pembaca tabloid “Cantiq”, yaitu “wanita harus langsing dan memakai riasan” dan “wanita harus tampil menarik untuk pria”. Kalimat tersebut mencerminkan patriarki karena wanita dianggap sebagai kaum kedua dan tubuh wanita diperlakukan sebagai objek. Para partisipan juga percaya bahwa stereotip tersebut dapat memberikan pengaruh sosial kepada masyarakat dan menentukan konstruksi dari kecantikan wanita. Para pembaca dan masyarakat akan menerima pemikiran bahwa kecantikan itu sederajat dengan mempunyai figur tubuh yang langsing, menggunakan riasan, dan menjalani prosedur kosmetik untuk terlihat menarik. Penulis menyarankan penulis selanjutnya untuk membahas tentang praktek sosiokultural dengan menggunakan studi kasus, karena pentingnya menggunakan pandangan dari partisipan sebagai bagian dari masyarakat, mengingat CDA berhubungan dengan bahasa sebagai bentuk dari praktek sosial.