Australian Government’s Efforts in Abolishing Aborigines’ Culture as the Manifestation of Ethnocentrism Depicted in Rabbit-Proof Fence Movie
Main Author: | Khoirunnisa, AngganaRosalia |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/100453/1/051201008.pdf http://repository.ub.ac.id/100453/ |
Daftar Isi:
- Pada dasarnya setiap suku memiliki karakter budaya yang berbeda-beda. Sejak kedatangan etnik kulit putih di Australia, etnosentrisme terhadap suku asli Australia yakni Aborigin, sudah tampak terlihat dan akibatnya, kebudayaan suku Aborigin yang jelas berbeda dengan kebudayaan kulit putih semakin terancam keberadaannya. Aborigin dipaksa untuk mengadopsi budaya kulit putih dibawah Kebijakan Asimilasi atau “tindakan pertolongan” yang diusung secara resmi oleh pemerintah Australia. Tingginya angka pertumbuhan anak-anak setengah kasta atau keturunan campuran dari perkawinan silang antara suku kulit putih dan Aborigin dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah Australia dalam mewujudkan negara yang maju dan superior. Oleh karena itu, pengambilan paksa anak-anak setengah kasta dari keluarga Aborigin untuk diasimilasikan kerap terjadi di era 1930an di seluruh negara bagian Australia. Mengamati kondisi tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengadakan studi yang berkaitan dengan pelaksanaan Kebijakan Asimilasi yang merupakan wujud dari etnosentrisme pemerintah Australia dalam menghapuskan budaya Aborigin yang digambarkan dalam film Rabbit-Proof Fence. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnosentrisme yang berkaitan dengan anggapan suatu budaya paling superior dan karenanyalah dianggap perlu diadopsi oleh budaya lain. Selain itu, studi film, khususnya cara pengambilan gambar atau shot, juga digunakan dalam penelitian ini guna menganalisis bagaimana budaya kulit putih telah berhasil diserap oleh suku Aborigin dan seperti apa kebrutalan pemerintah Australia dalam menghilangkan budaya Aborigin di Australia digambarkan. Studi ini menunjukkan bahwa etnosentrisme dari pemerintah Australia terhadap suku Aborigin sangat jelas tercermin dalam pelaksanaan Kebijakan Asimilasi di Australia Barat sebagai upaya untuk menghapuskan budaya Aborigin. Anak-anak setengah kasta secara paksa diasimilasikan dengan dibawa ke Moore River untuk dididik, dipisahkan dari keluarga Aboriginnya, dan diKristenkan dibawah kontrol penuh pimpinan pelindung mereka yakni A.O Neville, guna menjadikan anak-anak ini layaknya suku kulit putih lainnya dengan menghilangkan sifat Aborigin mereka. Penulis menyarankan kepada para peneliti selanjutnya untuk menulis penelitian lebih detail tentang aspek lain dari pelaksanaan kebijakan Asimilasi seperti aspek psikologi dari anak-anak setengah kasta. Selain itu, menggunakan teori post-kolonialisme juga dapat menjadi alternatif untuk penelitian selanjutnya.