The Bridge of Generational Gap Between The First Generation and Second Generation of the Chinese-American people in Amy Tan’s The Joy Luck Club
Main Author: | Rizyanti, Lusi |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/100414/1/051102089.pdf http://repository.ub.ac.id/100414/ |
Daftar Isi:
- Migrasi adalah cara yang menjanjikan untuk meraih kehidupan lebih baik di negara yang makmur. Sebagai negara yang memiliki populasi terbesar di dunia, orang-orang China memulai penyebarannya semenjak abad sembilan belas. Amerika sebagai negara adidaya, menjadi daya tarik lebih bagi orang China untuk memulai peruntungannya di sana. Menjadi seorang imigran tidaklah mudah, adaptasi merupakan proses penting bagi mereka sebagai kelompok minoritas dalam lingkungan masyarakat yang baru. Mereka berakulturasi dengan makanan, bahasa, dan budaya yang baru. Memiliki keturunan di negeri lain membuat sang ibu sebagai generasi pertama merasa cukup kesulitan. Anak-anak perempuan mereka sebagai generasi kedua telah melewati proses asimilasi sehingga mereka memiliki karakteristik dan perspektif yang berbeda dengan generasi pertama. Adanya perbedaan antara generasi pertama dan kedua direfleksikan di novel karya Amy Tan The Joy Luck Club. Perbedaan tersebut memicu beberapa konflik dan menciptakan kesenjangan antara mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi: bagaimana generasi pertama dan generasi kedua menjembatani kesenjangan antara mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para ibu menjembatani kesenjangan yang disebabkan oleh kepercayaan terhadap takhayul adalah dengan menjelaskan pesan tersembunyi atau hikmah dibalik takhayul dan ritual yang dilakukan. Anak-anak perempuan mereka juga berusaha menjembatani kesenjangan dengan memahami pesan dan hikmah di balik takhayul dan ritual. Selanjutnya adalah bagaimana ibu menjembatani kesenjangan yang disebabkan oleh harapan ibu untuk memiliki putri yang berbakat; dengan memahami bahwa putri mereka memiliki karakteristik Amerika dan memahami bahwa menjadi luar biasa bukan hanya dari faktor kesuksesan dan kekayaan, tetapi juga dari faktor kerendahan hati, kebaikan dan kesopanan. Anak-anak perempuan menjembatani kesenjangan itu dengan menyadari bahwa kerasnya didikan dan tuntutan ibu yang tinggi adalah ungkapan cinta dan kepercayaan kepada mereka. Saran ditujukan kepada peneliti selanjutnya untuk fokus kepada teori sastra yang lain. Peneliti dapat menggunakan pendekatan psikologis atau feminisme. Ada kompleksitas menarik pada karakter anak-anak perempuan dan ada pula yang menunjukkan poin menarik mengenai bagaimana karakter perempuan mencoba untuk mendapatkan kesetaraan dalam hidup mereka.