Kecukupan Dua Alat Bukti Sebagai Dasar Penetapan Tersangka Dalam Tindak Pidana Korupsi
Main Author: | Putra, Jourda Brahma Suyono |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/10034/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini penulis bertujuan untuk memberikan analisis mengenai Kecukupan 2 (Dua) alat bukti sebagai dasar menetapkan seseorang sebagai Tersangka dalam tindak pidana Korupsi. Pemilihan tema tersebut karena di dalam proses pembuktian tindak pidana korupsi, terdapat suatu permasalahan dimana belum adanya suatu aturan yang secara tegas dan jelas terkait penjelasan mengenai parameter alat bukti, agar dapat dikatakan cukup dalam menentukan seseorang sebagai tersangka khusunya dalam tindak pidana korupsi di Indonesia, sehingga dalam hal ini menyebabkan banyaknya permohonan pemeriksaan praperadilan yang dimohonkan oleh seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan alat bukti yang digunakan sebagai dasar penetapan tersangka, masih belum dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah dan memiliki nilai kekuatan pembuktian. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Kapankah 2 (Dua) alat bukti dikatakan cukup dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka ? (2) Bagaimana penerapan 2 (Dua) alat bukti yang cukup sebagai dasar penetapan Tersangka tindak pidana korupsi di dalam praktek Peradilan di Indonesia ? Kemudian jenis metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian Yuridus Normatif dengan menggunakan metode pendekatan Perundang-undangan (statue Approach), pendekatan Kasus (Case Approach), dan dan pendekatan Konseptual (Conseptual Approach), dimana bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh penulis akan di analisis menggunakan penafsiran Gramatikal dan Penafsiran Sistematis. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode diatas, penulis mendapatkan jawaban bahwa 2 (dua) alat bukti dapat dikatakan cukup ketika 2 (dua) alat bukti yang sah tersebut, dapat memilki nilai pembuktian yang mengacu bahwa alat bukti di dapatkan dari suatu proses yang sah, bersifat saling melengkapi, memiliki kesesuaian untuk menduga sesesorang telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi. Selanjutnya, penjelasan pasal-pasal di dalam KUHAP dan peraturan Perundang-undangan lain terkait 2 (dua) alat bukti yang cukup sebagai dasar penetapan tersangka sebenarnya sudah cukup jelas. Namun dalam upaya penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK sebagai aparat penegak hukum dalam penanganan tindak pidana Korupsi, terdapat kekurang cermatan KPK dalam menentukan aspek aspek pembuktian terkait alat bukti tersebut, sehingga alat bukti tersebut, dianggap tidak memiliki nilai pembuktian sebagai alat bukti yang sah oleh Hakim di dalam sidang Praperadilan