Perspekftif Penentuan Bahan Bangunan Pada Arsitektur Jawa (studi deskriptif naskah lama Jawa)

Main Author: Adiyanto, Johannes
Format: Proceeding PeerReviewed application/pdf
Terbitan: , 2013
Subjects:
Online Access: http://eprints.unsri.ac.id/4028/1/2013_arsitektur_tradisional.pdf
http://eprints.unsri.ac.id/4028/
Daftar Isi:
  • Jika menyebut arsitektur Jawa masa lalu, selalu yang muncul adalah arsitektur yang tersusun dari material bahan bangunan kayu. Hal itu terjabarkan dalam Serat Centhini dan beberapa Primbon yang berbicara tentang arsitektur. Namun arsitektur Jawa masa lalu juga pernah tersusun dari material batu, mengapa ada perubahan material bahan bangunannya?. Kawruh Griya-Kepatihan 1882 (dalam Prijotomo, 2006), sedikit mengungkap alasan perubahan dari meterial batu ke material kayu. Dalam naskah lain yang juga beraksara Jawa, Serat Balewarna terbitan tahun 1919 dan Panoentoen Toemrap Toekang Batoe, terbitan tahun 1922, mengungkapkan kemampuan material batu yang mempunyai ketahanan yang lebih daripada material kayu. Kertas kerja ini menjelajahi perspektif dari dua sudut pandang terhadap material bahan bangunan pada arsitektur Jawa dan mengungkapkan latar belakang munculnya dua sudut pandang pemikiran tersebut. Kertas kerja ini menggunakan metode kritik deskiptif model Attoe (Attoe,1978). Metode ini mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan secara kritis dan detail terhadap obyek kajian. Dua sudut pandang terhadap material bahan bangunan di arsitektur Jawa mempunyai perspektif dan konteks yang berbeda. Serat Centhini dan Kawruh Griya menyusun pemahamannya karena kenyataan kondisi yang ada di Pulau Jawa. Sedangkan Serat Balewarna dan Panoentoen Toemrap Toekang Batoe disusun berdasarkan pemikiran arsitektur Belanda. Dengan demikian pemahaman ’kuat’ secara struktur akibat dari material penyusunnya menjadi berbeda konteksnya, kuat-lentur dalam Kawruh Kalang dan kuat-kaku dalam Serat Balewarna.