Simbur Cahaya sebagai Perekat Budaya Masyarakat Sumatera Selatan
Main Author: | Farida , Farida |
---|---|
Format: | Monograph NonPeerReviewed application/pdf |
Terbitan: |
Badan Pekerja Kongres Kebudayaan Indonesia
, 2011
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.unsri.ac.id/3300/1/Simbur_Cahaya_Sebagai_Perekat_Budaya_Masyarakat_Sumatera_Selatan.pdf http://eprints.unsri.ac.id/3300/ |
Daftar Isi:
- Permasalahan dalam kajian ini adalah “apakah Simbur Cahaya mampu sebagai perekat budaya bagi masyarakat Sumatera Selatan? Dengan demikian, tujuannya adalah untuk mengetahui peran Undang-Undang Simbur Cahaya dalam mengikat budaya di Provinsi Sumatera Selatan. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Simbur Cahaya menjadi nilai ideal yang harus diperjuangkan agar mampu menjadi perekat bagi budaya di daerah ini. Banyak tantangan dalam usaha pelestarian tersebut. Fakta di dalam masyarakat menunjukkan bahwa sebagian besar telah terjadi perubahan dari isi undang-undang tersebut di segala bidang. Undang-undang yang membahas tentang Aturan Bujang Gadis dan Kawin, Aturan Marga, Aturan Dusun dan Berladang, Aturan Kaum, Adat Perhukuman, dan Aturan Bahagi Uang Denda. Dalam pelaksanaannya belum mampu menjadi landasan dan perekat budaya di provinsi Sumatera Selatan. Hukuman yang terdapat di dalam Undang-Undang Simbur Cahaya umumnya berupa denda atau hukuman badan (dipekerjakan di rumah pasirah). Meskipun demikian, sanksi tersebut mampu membuat penduduk pada waktu itu “taat” pada norma-norma adat istiadat yang berlaku. Kondisi tersebut sulit ditemukan pada masa sekarang. Hukum pidana dan perdata yang diterapkan saat ini belum mampu membuat para pelaku pelanggaran/kejahatan jera. Untuk itu perlu dikembangkan sanksi sosial dan penerapan hukuman denda sebagaimana yang terdapat di dalam Undang-Undang Simbur Cahaya. Sesuai dengan fungsi sebagai perekat budaya, setidaknya undang-undang adat ini dapat dijadikan landasan dalam menerapkan hukum adat secara lebih tegas