Menjadikan Cerita Rakyat Bangka Sebagai Industri Kreatif Dan Media Pembelajaran Yang Integratif

Main Authors: izzah, izzah, mukmin, suhardi
Format: Monograph NonPeerReviewed application/pdf
Terbitan: Provinsi Kepulauan Bangka Belitung , 2010
Subjects:
Online Access: http://eprints.unsri.ac.id/1708/1/Cover.pdf
http://eprints.unsri.ac.id/1708/2/Daftar_Isi_%26_Isi_Makalah.pdf
http://eprints.unsri.ac.id/1708/
Daftar Isi:
  • Kumpulan bangsa bangka belitung semestinya tidak hanya identik dengan hasil timahnya. Lebih dari itu, pulau itu, pulau ini kaya dengan tradisi lisan, antara lain, cerita rakyet. Gaffer dkk (1990) pernah meneliti dan menganalisis cerita rakyat Bangka yang diperoleh dari desa-desa kecil dikepulauan Bangka Belitung. Sejumlah cerita rakyat itu memiliki nilai budaya. Nilai pendidikan, dan nilai moral yang sangat baik untuk membentuk karakter bangsa. Ada tiga ranah utama dalam pemetahanan tradisi lisan sebagai warisan leluhur bangsa, yakni 1) perlindungan dan pemeliharaan, 2) pengembangan dan revitalisasi, dan 3) kebijakan dan strategi kebudayaan. Ranah yang pertama dapat dilakukan dengan menginventarisasi dan mendokumentasikan sastra lisan Babel. Khusunya cerita rakyat. Untuk itu, pemerintah dapat melibatkan para peneliti, pendidik, dan masyarakat (khusunya penutur cerita). Hasulnya dapat dicetak, diterbitkan, dan dibagikan ke lembaga pendidikan, perpustakaan, dan dinas pariwisata sebagai salah satu aset budaza Babel. Untuk ranah kedua, pemerintah bekerja sama dengan pihak yang berkompeten dapat berinovasi membuat chalet rekaman, CD, film, atau kartun yang bersumber dari cerita rakyat Babel. Pada ranah terakhir dapat dibuat kebijakan yang berhubunngan dengan itu misalnya membuat agenda acara khusus pementasan sastra lisan dalam bentuh table, pantonim, drama, baik disekolah-sekolah maupun untuk kebutuhan pariwisata. Jauh lebih penting dari itu hádala bahwa innováis yang dilakukan tersebut dapat dijadikan media pembelajaran bahasa dan sstra Indonesia yang integratif, yang dapat memadukan unsur menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan apresiasi sastra. Jadi, sekali merengkuh dayung beribu pulau terlampaui.