PELABUHAN JAMBI SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
Main Author: | SITI HEIDI KARMELA, ARINI FITRI Z.A dan |
---|---|
Other Authors: | Jurnal Dikdaya |
Format: | Article info eJournal |
Terbitan: |
Universitas Batanghari
, 2015
|
Online Access: |
http://journal.unbari.ac.id/index.php/JIP/article/view/121 http://journal.unbari.ac.id/index.php/JIP/article/downloadSuppFile/121/33 |
Daftar Isi:
- ARINI FITRI Z.A SITI HEIDI KARMELA[i] Abstract : Many historians still ignore about the history of the city. Whores, in the early of 20th century. City appeared as one of the categories in Indonesia history. City can be said as one of the studies which can stanf indifendently. One of the studies in city history is about the development of infrastructures, for developing economic sector. The colonial government has became dinamisator in establishing Jambi city and of course those fuctions is continued by the local government at the present time. At the beginning infrastructures for economic activity were built from 1926 to 1930. The infrastructures involve sea fort, market, shop buildings which formed central bussines dictrict. Other infrastructures which support economic activities are ware houses, office for trade representatives, post office, bank, rood, and water tower. After independent day, the development of infrastructure for economic activities in Jambi City increase continually. The local government increases the development of new infrastructures such as traditional market, modern market, terminal, land transportation activities, airport, bridges, etc. This infrastructure aims to support economic growth in order to increase social welfare in the city. Keyword : The History of the city, Jambi City, Economic Infrastructure, Socialities, Welfare. PENDAHULUAN Salah satu infrastruktur kota yang mendukung aktivitas ekonomi penduduk di kota-kota di Indonesia adalah pelabuhan. Adapun pengertian pelabuhan menurut A.B. Lapian adalah penghubung antara seberang laut dengan daerah pedalaman dalam suatu interaksi, khususnya perdagangan maritim. Bahkan perkembangan pelabuhan sering diikuti dengan munculnya kota-kota pelabuhan di kawasan pesisir, juga menambah intensitas komunikasi para saudagar di Pelabuhan.[1] Sementara itu kedudukan dan peranan pelabuhan sebagaimana yang dijelaskan Anthony Reid menjadi sangat penting dalam perdagangan maritiAsia Tenggara terutama pada pola pelayaran tradisional yang memanfaatkan angin muson yang bertiup teratur sepanjang tahun.[2] Pengertian lain tentang pelabuhan dapat mengacu pada Peraturan Pemerintah RI yang menjelaskan bahwa pelabuhan adalah lingkungan kerja dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal dan kendaraan air lainnya untuk menyelenggarakan bongkar muat barang, hewan, dan penumpang. Pelabuhan juga sebagai “terminal poin” untuk kapal laut dan kendaraan air lainnya merupakan komponen logistic-teknis yang tidak terpisahkan daripada penyelenggaraan angkutan laut. Dalam fungsinya sebagai terminal poin, pelabuhan merupakan lingkungan kerja khusus yang penyelenggaraan dan pengusahaann ya diwujudkan dalam bentuk penanggungjawab tunggal dan umum di bawah menteri atau pejabat yang ditunjukknya.[3] Dalam pengembangan bidang ekonomi, pelabuhan memiliki beberapa fungsi yang sama-sama dapat meningkatkan ekonomi suatu negara. Pelabuhan bukan hanya digunakan sebagai tempat merapat bagi sebuah kapal melainkan juga dapat berfungsi untuk tempat penyimpanan stok barang, seperti tempat penyimpanan cadangan minyak dan container, karena biasanya sebagai prasarana transportasi manusia, pelabuhan juga kerap menjadi prasarana transportasi untuk barang-barang. Dalam segi kepentingan suatu daerah, pelabuhan memiliki arti ekonomis yaitu karena pelabuhan mempunyai fungsi sebagai tempat ekspor impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang saling berhubungan sebab akibat. Dengan adanya kegiatan di pelabuhan, maka keuntungan secara ekonomis yang langsung dapat dirasakan adalah terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, karena dalam segala bidang kegiatan di pelabuhan tenaga kerja manusia akan sangat dibutuhkan. TINJAUAN HISTORIS PELABUHAN JAMBI Salah satu infrastruktur kota yang mendukung aktivitas ekonomi penduduk terutama dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kota Jambi adalah Pelabuhan. Pelabuhan Jambi yang terletak di tepi Sungai Batanghari telah lama menjadi bandar niaga penting sejak masa kuno. Para pedagang dari berbagai daerah di Nusantara dan pedagang asing singgah di Pelabuhan Jambi untuk melakukan kegiatan perdagangan ekspor-impor. Hal ini menandakan bahwa kawasan pantai timur Sumatera termasuk Jambi terletak pada posisi yang sangat strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan dimasa lampau, ketika pelayaran masih tergantung pada angin muson yang bergerak berlainan arah setiap enam bulan sekali. Oleh karena itu, kawasan pantai timur Jambi disebut The Favoured Commercial Coast,[4] termasuk Palembang, Indragiri, Kuala Tungkal, dan lain-lain. Pelabuhan Jambi dimasa kolonial dibangun permanen tahun 1926 dan semakin menjadi penting secara ekonomis terutama setelah makin intensifnya kegiatan penanaman dan pengiriman karet Jambi ke luar negeri. Hal ini dikarenakan sejak awal abad ke-20, Pemerintah Hindia Belanda mewajibkan penanaman karet dibeberapa afdeeling dan onder-afdeeling di Residensi Jambi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat Eropa akan karet.[5] Hal ini menyebabkan banyaknya kelompok kapitalis dan investor asing dari Inggris, Belanda, Cina, Belgia dan Amerika. Bahkan sejak saat itu Pelabuhan Jambi menjadi jaringan transportasi sungai tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang yang mengangkut karet rakyat Jambi ke Malaka dan Singapura. Ramainya aktivitas pelayaran dan perdagangan serta aktivitas ekonomi lain di Pelabuhan Jambi juga didukung dengan keberadaan Sungai Batanghari yang menjadi penghubung dengan daerah di seberangnya (ket : Jambi seberang / Sekoja). Sungai Batanghari bahkan menjadi sarana transportasi yang penting dari dan ke dalam huluan untuk mengangkut hasil-hasil bumi.[6] Begitu juga penduduk di Jambi seberang yang memanfaatkan Sungai Batanghari sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil-hasil pertanian, perikanan, dan produk kerajinan ke ibukota Residensi Jambi. Fungsi ekonomis Pelabuhan Jambi ini masih tetap dipertahankan hingga masa kemerdekaan. Pelabuhan Jambi tetap menjadi pusat aktivitas ekonomi penduduk di Kota Jambi dan mendukung kemunculan dan keberadaan pasar dan pertokoan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan barang-barang sekunder penduduk. Meskipun pada tahun 1995 dipindahkan ke Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi yang berjarak 20 km dari ibukota dan pengelolaannya berada di bawah pengawasan PT. Pelindo II Cabang Jambi.[7] Pelabuhan Jambi telah lama berperan menjadi Bandar niaga penting sejak masa kuno, dan sudah lama dimanfaatkan sebagai pelabuhan untuk mengekspor semua hasil pertanian, perikanan, perkebunan, hasil hutan, kerajinan dan hasil tambang (ket : emas) sejak masa kesultanan ke Malaka, Singapura (ket : setelah tahun 1819), dan Eropa. Komoditas ekspor tersebut ditukar oleh sultan-sultan Jambi dengan beras, garam, kain / tekstil dan perkakas dari logam dan besi.[8] Mengenai ramainya aktivitas perdagangan di Pelabuhan Jambi salah satunya dapat diketahui dalam laporan yang dikeluarkan Belanda tahun 1839-1840, bahwa pada saat itu banyak kapal-kapal yang masuk Pelabuhan Jambi baik itu milik pedagang Nusantara maupun pedagang asing.[9] Para pedagang umumnya harus singgah sementara waktu menunggu pergantian angin muson berikutnya, bahkan diantara mereka ada yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di daerah Jambi seberang, daerah ibukota (ket : terletak di Jambi kota ataupun di daerah pantai Jambi (ket : Tungkal). Pelabuhan Jambi semakin berperan penting dimasa kolonial seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan ekspor khususnya karet dan mulai padatnya pemukiman penduduk di sekitar pelabihan. Hal ini yang mendukung Pemerintah Hindia Belanda akhirnya membangin permanen Pelabuhan Jambi tahun 1926, dilakukan dengan cara menimbun daerah rawa-rawa di sekitar pelabuhan yang selalu digenangi air (ket : lokasinya disebut tanah timbun). Pelabuhan Jambi juga dibangun bertingkat dua agar tidak mengganggu aktivitas pelayaran dan bongkar muat barang saat air Sungai Batanghari sedang pasang dan dapat menampung kapal-kapal skala besar milik pedagang asing (seperti peniche, kampenaar, gustav koeming), Kapal Singkara Koninlijke Pakketvaart Maatschappij (KPM), hakuileer, tongkang, kapal penumpang, dan kapal barang.[10] Pembangunan permanen Pelabuhan Jambi menggunakan material batu dengan konstruksi bangunan bentuj beton-beton cor, sehingga secara spontan penduduk menyebutnya Pelabuhan Boom Batu. Pelabuhan ini dilengkapi dengan fasilitas dermaga dan gudang penumpukan barang-barang niaga. Pada periode kolonial juga dimanfaatkan untuk mengekspor kopra, getah perca, dammar, tanduk kerbau, gading, kapur barus, buah pinang, lada, rotan, dan perak. Pemerintah Hindia Belanda bahkan mengkekspor karet besar-besaran dari afdeeling-afdeeling yang berada di daerah huluan Jambi. Dengan demikian sejak tahun 1917-1925 perdagangan karet rakyat meningkat pesat. Hal inilah yang mendorong Pemerintah Hindia Belanda untuk membangun pelabuhan permanen untuk berlabuh kapal-kapal berukuran besar yang mampu mengangkut karet olahan rakyat Jambi ke Singapura.[11] Dalam peta Belanda, lokasi Boom Batu selain sebagai pusat perdagangan juga sebagai daerah tangkapan air (water catchment area) dan alur Sungai Batanghari yang merupakan hulu dari Sembilan anak sungai besar di Jambi. Belanda yang dikenal sebagai negara yang paling modern dalam menata kota termasuk mengatur arsitektur air tentu saja sudah berhitung ketika menempatkan Boom Batu sebagai pusat pelabuhan perdagangan, dan sebagai pusat perkantoran maskapai perdagangan kemudian menempatkan Hok Tong dan daerah The Hock. Sisa-sisa ini masih dilacak dari bangunan yang masih menggunakan kata Hok Tong di seberang Boom Batu yang sekarang kondisinya masih berdiri namun praktis tidak digunakan lagi.[12] Dimasa perjuangan, Pelabuhan Boom Batu pernah digunakan rakyat Jambi sebagai lokasi bongkar muat baik yang berupa bekal logistik maupun persenjataan perang melawan penjajah. Bahkan pada masa kemerdekaan pelabuhan ini tetap memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi Jambi. Selain merupakan satu-satunya pelabuhan dermaga sungai yang lokasinya terletak di Kota Jambi, pelabuhan ini juga menjadi pintu gerbang yang harus dilalui oleh para investor yang akan masuk ke Jambi melalui laut. Aktivitas perdagangan di Pelabuhan Jambi masih dilakukan setelah Indonesia merdeka, meskipun pada tahun 1995 dipindahkan ke Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi yang berjarak 20 km dari ibukota. Pemindahan tersebut dikarenakan semakin padatnya pemukiman penduduk dan bangunan pertokoan di sekitar lokasi lama Pelabuhan Jambi, sehingga tidak dimungkinkan lagi untuk kegiatan pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan Jambi kemudian dipindahkan ke daerah Talang Duku dan menjadi Pelabuhan Talang Duku yang berfungsi sebagai pelabuhan samudera yang melakukan kegiatan bongkar, muat, ekspor dan impor barang. Pelabuhan Talang Duku berada di bawah naungan PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Jambi, dilengkapi dengan dermaga apung untuk mengatasi beda permukaan air sungai saat musim hujan dan kemarau. Fasilitas utamanya adalah lahan yang luas dan dermaga yang panjang sehingga bias menampung berbagi jenis kapal barang dengan berbagai ukuran. Fasilitas pendukung antara lain lapangan peti kemas, lapangan penumpukan barang dan gudang serta alat-alat mekanis seperti diesel forklift, chasis, head truck, transtainer. Berperannya Pelabuhan Jambi dalam sektor ekonomi sebenarnya tidak terlepas dari keberadaan Sungai Batanghari. Sungai ini menjadi sarana transportasi yang penting dari dan ke daerah huluan untuk mengangkut hasil-hasil bumi.[13] Begitu juga penduduk di Jambi seberang yang memanfaatkan Sungai Batanghari sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil-hasil pertanian, perikanan dan produk kerajinan ke ibukota kesultanan yang ada di daerah Jambi kota. Sungai Batanghari banyak dimanfaatkan sebagai sarana transportasi sungi dimasa kolonial untuk mengangkut karet yang banyak ditanam di daerah huluan. Pada saat itu Sungai Batanghari menjadi faktor penting dalam ekspansi penanaman karet rakyat di Jambi, karena hamper semua pemilikan karet skala kecil terletak dalam akses sungai yang mudah.[14] ini Pada periode kemerdekaan hingga saat ini, Sungai Batanghari tetap menjadi pilihan sebagai transportasi sungai baik itu bagi penduduk yang tinggal di Jambi seberang yang hendak ke Jambi kota begitu juga sebaliknya. Alasan pemilihan system penyebrangan ini dikarenakan biaya yang relatif murah dengan menggunakan ketek, efektif, dan efisien dari segi waktu daripada menggunakan jalur darat. Pemda Jambi dimasa kini memanfaatkan Sungai Batanghari sebagai pusat rekreasi dan hiburan penduduk, dengan membangun fasilitas tertentu di sekitar pelabuhan seperti jembatan, taman wisata, dan pertokoan modern yang dapat menarik perhatian pengunjung baik itu domestik maupun asing. INFRASTRUKTUR EKONOMI DI SEKITAR PELABUHAN JAMBI Infrastruktur ekonomi yang dibangun di sekitar Pelabuhan Jambi sudah dimulai dimasa kolonial, dimana saat itu dibangun pasar dan pertokoan. Pada awalnya pasar berada di sekitar muara Sungai Asam, pada saat itu saudagar Belanda telah diizinkan untuk mendirikan suatu tempat tukar menukar barang yaitu Plaats van Ruilhandr. Tukar menukar barang ini terjadi antara orang Belanda dengan rakyat Jambi, pasar ini berlangsung sejak matahari terbit hingga matahari tenggelam dan hanya digelar enam kali dalam setahun. Pemerintah Hindia Belanda mulai mendirikan pasar di sekitar pelabuhan tahun 1930. Tidak hanya pasar, juga ada pertokoan yang dibangun. Bangunan pasar pada saat itu masih berupa los-los atau kedai-kedai dari papan dan kayu, sedangkan pertokoan dibangun berderet memanjang sesuai jalur-jalur yang ada.[15] Di pasar dijual bahan-bahan kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan, garam, sayuran, ikan, dan lain-lain. Sedangkan di pertokoan menjual barang-barang kelontong perabot rumah tangga, emas, kain, dan barang mewah lainnya yang didatangkan langsung dari Cina dan Singapura. Namun terdapat perbedaan dalam hal realitas kesibukan antara pasar dan pertokoan yaitu transaksi di pasar hanya berlangsung mulai pagi sampai siang hari (ket : terbatas waktunya), sedangkan aktivitas di pertokoan tidak dibatasi waktu dan dibuka setiap hari tergantung penjualnya saja. Sebelum tahun 1970-an ada Pasar Mambo di Gang Siku yang digelar pada malam hari sejak terbenam matahari sampai jam 10 malam. Awalnya pasar di Jambi memang benar-benar berada di sungai atau di tepi sungai. Hal ini erat kaitannya dengan budaya Melayu yang bermukim dan menggantungkan kehidupannya dari fungsi dan peranan sungai, rumah-rumah panggung, perahu-perahu yang memanjang di bantaran sungai adalah salah satu ciri budaya Melayu yang erat dengan fungsi sungai. Hal ini juga menggambarkan proses tumbuh dan berkembangnya kota-kota di Jambi yang umumnya juga bermula dari perkembangan pemukiman dan kegiatan pertemuan antara produsen dan konsumen dengan menggunakan media perahu, sampan, dan rakit sehingga ditemui pasar-pasar terapung yang hilang karena semakin menipisnya kegiatan di Pelabuhan Jambi. Pasar tradisional lain yang dibangun Pemda Jambi lainnya adalah Pasar Angso Duo, Pasar Lopak, Pasar Buah yang lokasinya dengan Pelabuhan Jambi (ket : Kecamatan Pasar Jambi). Selain itu juga ada pasar lain yang dibangun di kecamatan lain yang jauh dari Pelabuhan Jambi yaitu Pasar Talang Banjar di Kecamatan Jambi Timur, Pasar Inpres TAC di Kecamatan Telanaipura, dan Pasar Kebun Handil di Kecamatan Kota Baru, serta Pasar Olak Kemang di kawasan Jambi seberang di Kelurahan Olak Kemang. Bangunan pertokoan di kawan pasar lama sudah dibangun permanendan lebih teratur dari segi tata ruangnya. Beberapa penduduk bahkan mendirikan bangunan tempat tinggal bertingkat (ket : ruko) di sekitar pertokoan. Barang yang dijual semakin beragam seiring dengan kebutuhan penduduk yang terus meningkat, mulai dari barang sandang (dasar kain dan pakaian jadi), barang pecah belah, barang elektronik, perhiasan, dan lain-lain.[16] AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK DI SEKITAR PELABUHAN, PASAR, DAN PERTOKOAN Aktivitas ekonomi yang terjadi di pelabuhan, pasar, dan pertokoan adalah transaksi jual beli barang-barang dagangan. Khusus di Pelabuhan Jambi meliputi kegiatan pelayaran dan perdagangan lokal, nasional, maupun internasional. Ramainya aktivitas ekonomi di Pelabuhan Jambi terjadi ketika semakin intensifnya penanaman dan perdagangan ekspor karet dari afdeeling-afdeeling penghasil karet di Residensi Jmbi keluar negeri. Begitu juga halnya yang terjadi di pasar dan pertokoan, sama-sama melakukan kegiatan perdagangan dalam bentuk transaksi jual beli, dan barang-barang dagangn yang juga didatangkan langsung dari Malaka, Singapura, dan Eropa yang dibawa oleh pedagang-pedagang asing. Mengenai penduduk yang terlibat dalam aktivitas ekonomi di pelabuhan, pasar, dan pertokoan meliputi penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli Jambi antara lain Orang Melayu yang tinggal di kawasan Jambi seberang, mereka menjadi pedagang dan pembeli di pasar karena jarak kampong mereka yang relatif dekat dengan hanya menggunakan ketek. Selain itu juga ada pedagang / saudagar dari beberapa daerah huluan Jambi serta pedagang pribumi lainnya seperti Jawa, Minangkabau, Banjar, Bugis, Palembang, dan lain-lain dengan membawa berbagai macam barang-barang niaga yang bias dibarter dan dijual belikan dengan menggunakan sistem uang. Pada tahun-tahun berikutnya sudah ada orang-orang asing seperti India, Arab, Eropa, dan Cina. Mereka bahkan mendirikan bangunan tempat tinggal yang mencirikan daerah asal dan latar belakang etnis masing-masing. Khusus pedagang-pedagang asing di atas mereka bahkan akhirnya menetap di Jambi sampai sekarang denganmelakukan perkawinan dengan penduduk asli Jambi dan menyebar di daerah-daerah lain yang jauh dari lokasi pelabuhan, pasar, dan pertokoan.[17] Pedagang-pedagang asing ini menjadi kelompok kapitalis yang dapat memanfaatkan perubahan sistem perekonomian, karena memiliki modal besar dan kemudahan memperoleh fasilitas dari Pemerintahan Hindia Belanda.[18] Khusus pedagang Cina tetap mendominasi dalam aktivitas ekonomi hingga setelah kemerdekaan. Kelompok masyarakat Cina memainkan peranan yang penting dalam kehidupan ekonomi, perdagangan yang berlangsung melalui pelabuhan menjadi sumber pendapatan Pemda Jambi. Dalam hal ini peranan Orang Jambi dalam memobilisasi orang pribumi, orang-orang Cina berhasil menguasai perdagangan ekspor dan melakukan aktivitas yang sama di sekitar pelabuhan di pinggir sungai bersama-sama dengan para pedagang pribumi. Hal ini dapat kita lihat bahwa perkembangan komunitas Cina lebih dominan di pasar ketimbang pribumi dengan banyaknya toko-toko yang pemiliknya merupakan orang Cina maupun keturunan dari Cina itu sendiri. Orang Cina telah mampu membangun perekonomian sendiri sejak periode Hindia Belanda, seperti yang dijelakan Furnival bahwa orang Cina telah mampu merubah dirinya dari “parasitisme menjadi ke konstruksi”.[19] PERANAN PELABUHAN JAMBI Ada pendapat ysng mrnyatakan bahwa terdapat tiga hal yang membuat suatu kota itu maju dan makmur yaitu teredianya tanah yang subur, sumber daya manusia yang terampil, dan mudahnya transportasi manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat-tempat lainnya. Sebenarnya kegiatan transportasi sudah dilakukan sejak dulu, bahkan dapat dikatakan bahwa kegiatan transportasi merupakan aktivitas yang sama tuanya manusia itu sendri. Bangsa primitive hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya (nomaden) untuk mencari makan dan melindungi diri serta menikmati keajaiban alam (natural curiosity) . Keterbatasan manusia dalam menjangkau jarak perjalanan yang dtempuh, yang dahulu dilakukan hanya dengan berjalan kaki, dan keterbatasan dalam membawa muatan yang dilakukan hanya dengan menjinjing, menjunjung di atas kepala, ataupun dengan cara memikul, telah mendorong manusia untuk membuat penemuan baru yang lebih maju. Kemajuan-kemajuan baru tersebut dikembangkan dalam hal prasarana jalan dan sarana transportasi (ways and means of transportation). Pertumbuhan fasilitas transportasi khususnya jalan darat baik prasarana jalan maupun sarana transportasi lainnya telah memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat dan mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia. Interaksi antara tingkat dan pola sumber daya transportasi dengan tingkat rata-rata kehidupan penduduk suatu daaerah merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemajuan ekonomi dan sosial. Transportasi ataupun sarana jalan darat mempunyai peranan dan kedudukan yang penting dan menentukan bagi kehidupan masyarakat dan kelangsungan pembangunan. Seringkali dikatakan bahwa transportasi darat juga merupakan urat nadi perekonomian dan sebagai penunjang pembangunan, mengangkut atau memindahkan manusia dan barang-barang dari statu tempat ke tempat lain merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak dulu, bukan hanya untuk mengangkut hasil produksi beras dari desa ke pasar di kota, mengangkut bahan baku ke pabrik/industri untuk diolah, karyawan ke kantor. Transportasi jalan seringkali dikatakan sebagai urat nadi bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi, social, dan mobilitas penduduk yang tumbuh mengikuti maupun mendorong perkembangan yang tumbuh mengikuti maupun mendorong perkembangan yang terjadi pada berbagai sektor dan bidang kehidupan tersebut. Dalam hubungan ini transportasi khususnya transportasi jalan darat menjalankan dua fungís yaitu sebagai unsur yang sudah atau sedang berjalan atau the seruking functiondan unsur penggerak penting dalam proses pemangunan atau the promoting function. Transportasi jalan darat sendiri bertujuan atau berfungsi untuk membuka jalan masuk (akses) kesuatu tanah atau wilayah tertentu, disebut berfungsi sebagai land accsess. Fungís ini penting artinya disini, karena jira tidak adanya jalan untuk pengangkutan barang dan orang dari atau ke tempat itu, maka tanah atau wilayah yang bersangkutan tidak atau hampir tidak berguna atau berharga sama sekali. Selain itu untuk pelayanan masyarakat setempat, yang disebut sebagai community service function, karena dengan ini fungsi ini jalan yang bersangkutan memberikan jasa-jasanya untuk angkutan lokal bagi orang atau barang dalam proses produksi, penjualan, kegiatan masyarakat dan sebagainya. Selain itu untuk pelayanan masyarakat setempat, yang disebut sebagai community service funtion, karena dengan fungsi ini jalan yang bersangkutan memberikan jasa-jasanya untuk angkutan lokal bagi orang atau barang dalam proses produksi, penjualan, kegiatan masyarakat dan sebagainya. Selain itu juga transportasi darat bertujuan untuk memberikan pelayanan bagi angkutan antar masyarakat dan transportasi jarak jauh antar kota / daerah, yang disebut berfungsi sebagai inerchange community mobility and long distance transportation, fungsi jalan ini Sangay penting artinya bagi wilayah. Pembangunan transportasi darat di Jambi pada zaman Kolonial Belanda dapat dikatakan masih terbatas dalam hal pembangunan. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur seperti jalan, sehingga belum ada kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Pada masa itu model transportasi yang bisa digunakan hanya menggunakan kuda dan itupun jumlahnya terbatas dan hanya ada di pusat pemerintahan, sehingga dapat dikatakan pada masa ini transportasi darat belum banyak yang digunakan, aktivitas yang dilakukan banyak digunakan dengan berjalan kaki. Pembangunan jalan di Residensi Jambi baru dimulai tahun 1901 dan pembangunan hádala dengan maksud dan tujuan tertentu, di masa kolonial merencanakan pembangunan adalah dengan maksud untuk melacak dengan mudah keberadaan Sultan Thaha di pelosok Jambi yang sulit untuk dijangkau. Pembangunan untuk daerah di luar Residensi Jambi baru dimulai pada tahun 1904 dengan rute Jambi-Tembesi, sampai dengan Bungo Tebo dan pembangunan ini dilakukan tiddak lain hádala bahwa Belanda ingin bermaksud mempersempit ruang gerak Sultan Thaha dan berniat untuk mengepungnya. Kota Jambi Sejas tahun 1920-an telah tertata dan jalan-jalan di kota telah diberi nama. Jalan utama di Kota Jambi berada di tepian Sungai Batanghari, bernama ”Groote Weg” ada juga kantor-kantor dagang seperti Borneo-Sumatra Andel Maatschappij, Kantor Pelabuhan (Cantor Haven Meester), dan Kantor KPM (Konin Klijke Paketvaart Maatschappij) dan rumah Kontrolir.[20] Dengan adanya pelabuhan maka jalan transportasi darat lebih terkonsentrasi diseputar kawasan Pasar Jambi dan Jambi Timur. Di jalan Park Weg terdapat Kantor Chineese Bank (Bank Cina), Kantor Administratur Volksabank, rumah demang, dan rumah Orang Cina yaitu Ong Ban Tjoen (pemilik Toko Padang). Daerah perkantoran antara lain kantor polisi (Algeemeen Politie Kantoor), kantor asisten residen, kantor kontrolir, rumah sakit militer di jalan Heeren Straat (daerah bekas kraton Jambi / Kraton Weg). Di sekitar Kraton Weg terdapat rumah insinyur pengairan (waters taats inginieur), rumah komandan militer, rumah sekretaris pemerintahan daerah (geweestelijk secretarie). Pemukiman orang Cina di Kota Jambi terkonsentrasi di jalan pasar (pasar straat) dan klenteng. Di jalan klenteng juga ada pemukiman dari andel borneo-sumatra maatschappij). Dapat dikatakan juga dengan adanya bangunan pelabuhan lama di daerah Pasar Jambi juga menjadi cikal bakal pembukaan jalan darat sebagai penghubung antar wilayah, pembangunan jalan darat ini pada saat itu sangat berperan penting, pendistribusian barang dan jasa banak terjadi dengan menggunakan jalur darat selain menggunakan jalar sungai maupun jalur laut.[21] Pada mulanya pembukaan jalan darat berada tepat di kawasan Pasar Jambi, pasar dan pertokoan. Pelabuhan Jambi selain sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat Kota Jambi dengan berbagai sarana dan prasarana yang ada seperti ppasar dan pertokoan yang berdampak baik dari perkembangan ekonomi rakyat Jambi juga mampu menciptakan desempatan membuka lapangan verja baru bagi sebagian penduduk khususnya angkatan verja yang tidak ataupun belum memiliki lapangan kerja. Kesempatan di area pelabuhan, buruh angkut ini biasanya akan mengangkut barang-barang yang datang dari luar daerah Jambi yang kebanyakan berupa sembaki ataupun lanilla yang akan dibawa ke pasar atau pertokoan di sekitar pelabuhan.[22] Selanjutnya desempatan kerja tersebut terjadi kepada pedagang besar maupun pedagang kecil. Hal ini setidaknya memberikan kontribusi dalam upaya untuk mencegah dan mengurangi pengangguran di Kota Jambi pada saat itu. Pada kenyataannya adanya pembangunan Pelabuhan Jambi, pasar, dan pertokoan tersebut dapat menciptakan lapangan kerja baru (employment opportunity). Kesempatan verja tersebut menjadi peluang verja bagi setiap orang untuk melaksanakan fungsinya sebagai sumber ekonomi dalam proses produksi.[23] Terciptanya kesempatan verja dari pembangunan pelabuhan lama, pasar dan pertokoan tersebut tentunya berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan angkatan kerja yang terlibat didalamnya, misalnya pedagang kelontong dan pemilik warung-warung kecil akan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan, begitu juga dengan buruh lepas dan buruh angkut yang mendapat upah dari hasil pekerjaannya. Meskipun bukan jumlah yang besar, uang hasil yang diterima buruh di pelabuhan tetap memiliki arti penting karena sifatnya yang pasti.[24] Mereka yang menjadi distributor, agen, pedagang kecil dan pedagang menengah yang menjadi perantara dalam pemasaran juga akan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan terbukanya desempatan kerja baru dari dampak pembangunan pelabuhan dan perkembangan pasar dan pertokoan, setidaknya memberikan kontribusi dalam upaya untuk mencegah atau mengurangi penganngguran. Hal ini dikarenakan kesempatan kerja baru, tidak hanya di Kota Jambi, pengangguran menjadi masalah nasional yang turut menghambat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia.[25] Salah seorang buruh angkut menjelaskan bahwa dengan barang-barang dari kapal-kapal yang datang dari luar daerah dia dapat menambah pendapatan ekonomi keluarga.[26] Lain halnya dengan seorang pemilik warung makanan menjelaskan bahwa dengan membuka warung makan yang sederhana, murah, bersih, dan dekat dengan lokasi pelabuhan, pasar, dan pertokoan akan mendapatkan pelanggan tetap setiap harinya yaitu karyawan pelabuhan, buruh angkut, dan para pedagang di sekitar pasar dan pertokoan lama tersebut.[27] Alasan lain juga dikatakan oleh karyawa toko grosor pakaian di kawasan pasar dan pertokoan lama tersebut bahwa daripada menganggur mereka lebih baik menjalankan pekerjaan tersebut. Bagi mereka pendidikan rendah setingkat SD dan SMP tidak bisa menjadi karyawan di toko grosir tekstil tersebut bisa bertahan hidup dari upah yang diterima sebagai karyawan.[28] Kondisi Pelabuhan Jambi way4x.wordpress.com http://www.geheugenvannederland.nl/ http://www.geheugenvannederland.nl/kebudayaan.kemdikbud.go.id Pelabuhan Jambi Tahun 1969 – 1983 Pelabuhan Jambi 1995-sekarang Pelabuhan Jambi 1995 – sekarang Pelabuhan Jambi 1995-sekarang DAFTAR PUSTAKA Koleksi Arsip Yogyakarta, Dokumen Resmi Tercetak dan Peraturan Pemerintah Hurgronye, Snouck, “Vergelijk de in een Vertrouwelijk voor den dienst op gestelde nota vookomende”, Beschowingen over Bestuusbeleide naar aaleiding an den Djambi opstand in 1916, 1917. Inventaris Palembang no: 375 Tahun 1839-1849. PP No. 1 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Tata Kerja Kepelabuhan dan Daerah Pelayaran Bab I Ketentuan – Ketentuan Umum Pasal 1 dan Pasal 2. Makalah A.B. Lapian, “Jambi Dalam Jaringan Pelayaran dan Perdagangan Masa Awal”, Makalah, disampaikan pada Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992. Bambang Budi Utomo, “Batanghari Riwayatmu Dulu”, Makalah, disampaikan pada Seminar Melayu Kuno, Jambi, 7 Desember 1992. Mc. Kinnon, Edward, Melayu Jambi Interlocal and International Trade, Makalah, disampaikan dalam Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992. Sudarsono, “Penetapan Sasaran Kesempatan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja”, Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional Peningkatan Productivitas Nasional Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 20-21 Februari 1998. Buku Abdurahman Hamid, Sejarah Maritim Indonesia (Yogyakarta : Ombak, 2013), A.B. Lapian, “Dunia Maritim AsiaTenggara”, dalam Taufik Abdullah dan Edi Sedyawati, Sejarah Indonesia : Penilaian Kembali Karya Utama Sejarawan Asing , Jakarta : UI Press, 1997. Bambang Purwanto, Karet Rakyat Indoneisa Tahun 1890-an Sampai 1940, dalam Thomas Linblad (ed.), Fondasi Historis Ekonomi Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002 Elsbeth Locher Scholten, Kesultanan Sumatera dan Negara Kolonial : Hubungan Jambi-Batavia 1830-1907dan Bangkitnya Imperialisme Belanda Jakarta : Banana, KITLV-Jakarta, 2008 J.C. Van Leur dan F.R.J. Varhoever, Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia, Jakarta : Bharatara, 1974. J.S. Furnival, Nederlandsch-Indie : Study of Pliral Economy, Cambridge University Press, 1929. J. Simandjutak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1985. Lindayanti, Junaidi T. Noor, Ujang Hariadi, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, Jambi : Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi. Nur Yuwono, Transportasi Sungai dan Saluran, Yogyakarta : Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, 1999. Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I, Yogyakarta, Gramedia, 1987. Lindayanti, Junaidi T. Noor, Ujang Hariadi, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, Jambi : Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi. Sumber lain “PT. Pelindo II Cabang Jambi” http://www.inaport2.co.id. Jambi Dari Raja Karet Menjadi hutan beton, http://www.projambi.co.id, 7 Agustus 2010. Wawancara Anwar, Buyung, Kabar, Penjual kain, barang elektronik, perhiasan di pertokoan belakang Mega, toko bertingkat, dan Istana Anak-Anak, Jambi, Jumat 29 Agustus 2014. Andi dan Fikar, Karyawan Toko Tekstil di Kawasan Pasar Lama, Jambi, Rabu 20 Agustus 2014 Amat, buruh upah angkut di Pelabuhan Jambi, Jambi, Kamis 14 Agustus 2014 Barmawi, Zaki, Toni, Pedagang Keturunan Arab, India, dan Cina di pasar dan pertokoan lama Jambi, Jumat 29 Agustus 2014. Bujang dan Syawal, Buruh Angkut Di Dermaga Ketek di Angso Duo Jambi, Kamis 14 Agustus 2014 Udin, Mantan Buruh Angkut di Pelabuhan Jambi Lama, Jambi, Kamis 14 Agustus 2014. Ratna, Pemilik Warung Makanan Kecil (nasi, indomie) dan generasi ke-4 usaha keluarganya, Jambi, Rabu 20 Agustus 2014. Zainal Abidin, Tukang Revarasi Jambi di Kawasan Pasar Gang Mega, Jambi, Sabtu 16 Agustus 2014. Penulis adalah mahasiswa angkatan 2010 dan dosen Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Batanghari [1]A.B. Lapian, “Dunia Maritim AsiaTenggara”, dalam Taufik Abdullah dan Edi Sdyawati, Sejarah Indonesia : Penilaian Kembali Karya Utama Sejarawan Asing (Jakarta : UI Press, 1997), dalam Abdurahman Hamid, Sejarah Maritim Indonesia (Yogyakarta : Ombak, 2013), hlm. 14. [2]J.C. Van Leur dan F.R.J. Varhoever, Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia (Jakarta : Bharatara, 1974); Pola muson dan rute pelayaran juga berpengaruh terhadap perkembangan pelabuhan-pelabuhan di Asia Tenggara, dimana para pedagang menunggu pergantian muson atau kedatangan rekan dagangnya. Selama menunggu para awak kapal, dan penumpang memenuhi perkampungan kota, meramaikan pasar, dan ikut dalam upacara-upacara ritual. [3]PP No. 1 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Tata Kerja Kepelabuhan dan Daerah Pelayaran Bab I Ketentuan – Ketentuan Umum Pasal 1 dan Pasal 2. [4]A.B. Lapian, “Jambi Dalam Jaringan Pelayaran dan Perdagangan Masa Awal”, Makalah, disampaikan pada Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992, hlm. 1. [5]Pada awal abad ke-20 karena menjadi primadona ekspor di Eropa menggantikan tanaman perkebunan lainnya seperti kopi, kopra, lada dan tembakau yang mulai menurun akhir abad ke-19; lihat Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I (Jakarta “ Gramedia, 1987), hlm. 326-328. [6]Bambang Budi Utomo, “Batanghari Riwayatmu Dulu”, Makalah, disampaikan pada Seminar Melayu Kuno, Jambi, 7 Desember 1992, hlm. 9. [7]“PT. Pelindo II Cabang Jambi” http://www.inaport2.co.id. [8]Elsbeth Locher Scholten, Kesultanan Sumatera dan Negara Kolonial : Hubungan Jambi-Batavia 1830-1907dan Bangkitnya Imperialisme Belanda (Jakarta : Banana, KITLV-Jakarta, 2008), hlm. 41. [9]Berkas-berkas mengenai Jambi tahun 1839-1840 dapat dilihat dalam Inventaris Palembang No. 375. [10]Nur Yuwono, Transportasi Sungai dan Saluran (Yogyakarta : Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, 1999). [11]Edward Mc. Kinnon, Melayu Jambi Interlocal and International Trade, Makalah, disampaikan dalam Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992, hlm. 6-10. [12]Jambi Dari Raja Karet Menjadi hutan beton, http://www.projambi.co.id, 7 Agustus 2010. [13]Bambang Budi Utomo, Ibid. [14]Bambang Purwanto, Karet Rakyat Indoneisa Tahun 1890-an Sampai 1940, dalam Thomas Linblad (ed.), Fondasi Historis Ekonomi Indonesia (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 207. [15]Komplek pasar dan pertokoan meliputi daerah lokasi belakang Mega, Istana Anak-Anak, Masjid Magat Sari sampai Simpang Mangga [16]Wawamcara dengan Anwar, Buyung, Kabar, Penjual kain, barang elektronik, perhiasan di pertokoan belakang Mega, toko bertingkat, dan Istana Anak-Anak, Jambi, Jumat 29 Agustus 2014. [17]Wawancara dengan Barmawi, Zaki, Toni, Pedagang Keturunan Arab, India, dan Cina di pasar dan pertokoan lama Jambi, Jumat 29 Agustus 2014. [18]C. Snouck Hurgronye, “Vergelijk de in een vertrouwelijk voor den dienst op gestelde nota vookomende”, beschowingwn ovwe bestuursbeleide naar aaleiding an den Djambi opstand in 1916, Leiden, 1917, hlm.3. [19]J.S. Furnival, Nederlandsch-Indie : Study of Pliral Economy (Cambridge University Press, 1929) hlm 213-214. [20]Lindayanti, Junaidi T. Noor, Ujang Hariadi, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942 (Jambi : Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi) hlm. 214-216. [21]Wawncara dengan Zainal Abidin, Tukang Revarasi Jambi di Kawasan Pasar Gang Mega, Jambi, Sabtu 16 Agustus 2014. [22]Wawancara dengan Udin, Mantan Buruh Angkut di Pelabuhan Jambi Lama, Jambi, Kamis 14 Agustus 2014. [23]Sudarsono, “Penetapan Sasaran Kesempatan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja”, Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional Peningkatan Productivitas Nasional Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 20-21 Februari 1998, hlm, 2-3. [24]Wawancara dengan Bujang dan Syawal, Buruh Angkut Di Dermaga Ketek di Angso Duo Jambi, Kamis 14 Agustus 2014. [25]Pengangguran adalah orang yang sama sekali tidak bekerja (open unemployment) dan sedang berusaha mencari pekerjaan, dalam J. Simandjutak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia (Yakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1985), hlm. 10-11. [26]Wawancara dengan Amat, buruh upah angkut di Pelabuhan Jambi, Jambi, Kamis 14 Agustus 2014. [27]Wawancara dengan Ratna, Pemilik Warung Makanan Kecil (nasi, indomie) dan generasi ke-4 usaha keluarganya, Jambi, Rabu 20 Agustus 2014. [28]Wawancara dengan Andi dan Fikar, Karyawan Toko Tekstil di Kawasan Pasar Lama, Jambi, Rabu 20 Agustus 2014