Implementasi Tanggung Jawab Pengangkut terhadap Kelaiklautan Kapal dalam Pengangkutan Barang Melalui Laut Berkaitan dengan Volume Muatan Kapal Dihubungkan dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Dan The Hague Rules
Main Author: | Day, Iftitah Farah; Ilmu Hukum, Universitas Islam Bandung |
---|---|
Format: | Article Kualitatif info application/pdf |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Universitas Islam Bandung
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/hukum/article/view/2815 http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/hukum/article/view/2815/pdf |
Daftar Isi:
- Pengangkutan laut merupakan kegiatan pemindahan barang/mauatan dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan dengan menggunakan kapal laut. Pengangkutan barang melalui laut banyak dipilih karena efisien dan mampu mengangkut barang/muatan dalam jumlah banyak. Pada dasarnya sebelum melakukan pengangkutan, pengangkut mengikat diri pada suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian pengangkutan. Perjanjian ini diguanakan sebagai tanda bukti bahwa pangngkut bersedia untuk mengirimkan barang ke tempat tujuan dengan aman dan selamat. Dalam perjanjian pengangkutan, terdadapat klausul yang menyatakan bahwa pengakut wajib menyediakan kapal yang laik laut. Hal ini bertujuan agar barang/muatan sampai tujuan dengan selamat. kecelakaan kapal yang terjadi berkaitan dengan kelaiklautan kapal salah satunya adalah volume muatan barang yang diangkut melebihi kapasitas yang seharusnya.??Berdasarkan ketentuan pasal 40 (2) UU Pelayaran, pengangkut wajib bertanggung jawab terhadap barang muatan yang diangkut di atas kapal. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang menggunakan pendekatan yuridis normatif dan tahap pengolahan dan analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif yang menelaah bahan pustaka primer, sekunder dan tersier, antara lain The Hague Rules dan Undang-Undang Pelayaran, konsep-konsep pengangkutan laut, dan teori-teori tentang kelaiklautan kapal. The Hague Rules dan Undang-Undang Pelayaran pada dasarnya adalah sama, yakni pihak yang dirugikan akan kecelakaan kapal dan menimbulkan rusak, hilang, atau cacatnya barang yang diangkut dapat mengklaim ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Akan tetapi pengangkut juga diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa kerusakan tersebut bukan merupakan kesalahan pengangkut dan pengangkut telah melakukan pencegahan-pencegahan yang pantas untuk menghindari kerugian sehingga tanggung jawabnya dapat dibatasi oleh peraturan yang terdapat di dalam ??The Hague Rules dan Undang-Undang Pelayaran. ??