Implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu Ditinjau dari As

Main Author: Cahayati, Titin; Ilmu Hukum, Univesitas Islam Bandung
Format: Article Kualitatif info
Terbitan: Universitas Islam Bandung , 2015
Subjects:
Online Access: http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/hukum/article/view/2577
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/hukum/article/view/2578
Daftar Isi:
  • Saat ini berbagai tindak pidana semakin berkembang, khususnya organized crime dengan modus operandi yang sulit terungkap. Kendala yang dihadapi oleh sistem peradilan pidana (SPP) dalam mengungkap tindak pidana, yaitu memperoleh alat bukti sesuai ketentuan KUHAP. Pemerintah melalui UUPSK sebagai ratifikasi Konvensi PBB (UNCAC dan UNTOC) mengatur perlindungan terhadap saksi dan korban, termasuk ketentuan mengenai whistleblower dan justice collaborator. Whistleblower adalah pelapor tindak pidana sedangkan justice collaborator ialah saksi pelaku yang bekerjasama. Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik dan implementasi SEMA No.4 Tahun 2011 dalam memberikan perlindungan hukum bagi whistleblower dan justice collaborator. ??Realitas perlindungan hukum terhadap whistleblower dan ??justice collaborator yang diatur UUPSK telah dilaksanakan sesuai ketentuan. Namun, karena penegakan hukum juga mencakup komponen-komponen SPP, maka penegakan hukum akan sesuai subjektivitas dari masing-masing instansi penegak hukum. Pengahambat implementasi SEMA No.4 Tahun 2011 dalam memberikan perlindungan bagi whistleblower adalah justice collaborator adalah daya ikat dari SEMA yang tidak kuat dan hanya bersifat himbauan bagi para hakim, sehingga putusan hakim akan berbeda. Selain itu, SPP memiliki kebijakan dan pertimbangan masing-masing dalam memberikan perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator.