TRADISI LISAN CEPUNG: SASTRA PERLAWANAN KOMUNITAS SASAK TERHADAP KEKUASAAN BALI DI PULAU LOMBOK (Cepung Oral Tradition: Literature Resistance of Sasak Community to Domination of Bali in Lombok Island)
Main Author: | Nur Alaini, Nining |
---|---|
Format: | Article info application/pdf Journal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Balai Bahasa Jawa Barat
, 2016
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://ejurnalbalaibahasa.id/index.php/metasastra/article/view/48 http://ejurnalbalaibahasa.id/index.php/metasastra/article/view/48/31 |
Daftar Isi:
- Cepung merupakan seni pertunjukan tradisional yang tumbuh dalam komunitas Sasak di Pulau Lombok. Dalam tradisi ini dibacakan lontar Monyeh yang diiringi instrument-instrumen suling, redep (rebab dalam gambang kromong, Betawi) dan musik vokal menirukan bunyi gendang, kenceng, dan rincik. Lontar klasik Monyeh digubah dalam bentuk pantun dalam bahasa Sasak. Lontar ini mengisahkan seorang putri raja yang disisihkan delapan saudaranya. Cerita Monyeh sebenarnya merupakan sebuah bentuk perlawanan komunitas Sasak terhadap hegemoni Karangasem di Pulau Lombok. Hal yang menarik adalah adalah bergabungnya komunitas Bali dalam tradisi lisan ini. Cepung secara pragmatik dan kultural menjadi menarik, karena sastra yang semula merupakan sebuah perlawanan, pada akhirnya menyatukan dua komunitas, Sasak dan Bali dalam sebuah harmoni seni pertunjukan tradisi lisan. Melalui kajian pragmatik, tulisan ini akan mengungkapkan tujuan nonliterer dalam tradisi lisan Cepung. Dari kajian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa keterlibatan suku Bali dalam tradisi lisan Cepung ini didorong oleh kekecewaan mereka terhadap perilaku negatif para penguasa Bali di Lombok. Oleh karena itu, melalui Cepung pula, mereka menyampaikan kekecewaannya.Abstract:Cepung is a traditional performance art that grows in Sasak in Lombok Island. In this tradition, Lontar Monyeh is recited while accompanied by suling (flute) instruments, redep (fiddle in Gambang Kromong, Betawi) and vocal music imitating sound of gendang, kenceng, and rincik. Lontar Monyeh is composed in the form of rhyme in Sasak language. Monyeh story is actually a form of resistance of Karangasem Sasak community to the Karangasem hegemony in Lombok island.The interesting thing is that the community of Bali takes a part in this oral tradition. Cepung is pragmatically and culturally interesting as the original literature which was initially as a resistance, then eventually uniting the two communities, Sasak and Bali in a performance art harmony of oral tradition. Through the study of pragmatics, this study will reveal the nonliterer purpose in the Cepung oral tradition. From the study it can be concluded that Balinese involve- ment in the tradition was triggered by their dissatisfaction with the negative behavior of Balinese rulers in Lombok. Therefore, they also expressed their disappointment through it.