Tinjauan atas Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega
Main Author: | Gita |
---|---|
Format: | Thesis PeerReviewed |
Terbitan: |
Universitas Komputer Indonesia
, 2010
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unikom.ac.id/15521/ http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-gitanim213-21796 |
ctrlnum |
15521 |
---|---|
fullrecord |
<?xml version="1.0"?>
<dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>http://repository.unikom.ac.id/15521/</relation><title>Tinjauan atas Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega</title><creator>Gita</creator><subject>2010</subject><description>Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar
pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya roda
pemerintahan karena jumlahnya relatif stabil. Dari sektor pajak diharapkan
partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai rumah tangga negara dan aktivitas
pembangunan dapat diwujudkan secara nyata.
Untuk melaksanakan sistem perpajakan di Indonesia tidaklah terlalu
mudah. Masyarakat di Indonesia harus mengerti pajak dan cara-cara
perhitungannya, agar tidak terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam
perhitungan maupun pembayaran pajak, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan
peraturan berupa undang-undang perpajakan. Undang-undang tersebut mengatur
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai subjek dan
objek pajak, maupun tata cara perhitungan pajak.
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang
oleh wajib pajak, menurut undang-undang dan peraturan undang-undang yang
berlaku dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung dan atau dapat
dinikmati secara langsung oleh wajib pajak yang ditujukan oleh pemerintah guna
membiayai pengeluaran negara, berkaitan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
2
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah �¢����self
assessment system�¢����, dimana sistem ini memberikan kepercayaan dan
tanggungjawab yang lebih besar untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini
aparat perpajakan berkewajiban melaksanakan pembinaan, penelitian, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajiban wajib pajak.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan atas
barang dan jasa yang mengalami pertambahan nilai. Sebagaimana dalam
penjelasan umum Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dinyatakan bahwa
pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi
disetiap jalur perusahaan dalam menyapkan, menghasilkan, menyalurkan dan
memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
Teknis pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dilakukan beberapa kali
berdasarkan pertambahan nilai yang timbul pada setiap penyerahan barang atau
jasa.
Didalam Pajak Pertambahan Nilai terdapat istilah pajak keluaran yaitu
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak, jasa kena pajak atau
impor barang kena pajak. Selain pajak keluaran juga terdapat istilah pajak
masukan yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya sudah dibayar
oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau
penerimaan jasa kena pajak.
3
Apabila pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran maka wajib
pajak akan mengalami lebih bayar dan wajib pajak mempunyai hak untuk
merestitusi, karena selain mempunyai kewajiban untuk memungut pajak dari
rakyat, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk merestitusi kelebihan pajak
yang telah dibayarkan oleh wajib pajak.
Akhir-akhir ini marak kasus faktur pajak bermasalah, ada 4 penyebab
utama terjadinya faktur pajak bermasalah. Pertama, sistem Pajak Pertambahan
Nilai(PPN) dimana dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak
keluaran yang kompleks dan kemudahan untuk melakukan restitusi Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) terutama bagi pengusaha eksportir. Ke dua, administrasi
pajak yang lemah sehingga pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak dilakukan
tanpa seleksi yang memadai. Ke tiga, pemeriksaan adalah untuk meyakinkan
bahwa wajib pajak patuh terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan
dalam suatu sistem self-assessment, namun pemeriksaan ini tidak diawasi dengan
ketat oleh atasan, karena Direktorat Jenderal pajak hanya menekankan pada target
penerimaan. Terakhir, budaya masyarakat mendorong untuk melakukan
penyimpangan. Bila seseorang tidak dapat melakukan kebohongan terhadap orang
lain, orang tersebut merasa tidak puas. Ini yang merupakan penyebab terjadinya
kolusi antara wajib pajak dengan fiskus yang digambarkan dengan peta
corruption. Untuk mengantisipasi kasus-kasus faktur pajak bermasalah,
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan dan surat
edaran.(http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=129118)
4
Menkeu mengungkapkan tiga kasus besar restitusi Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) yang saat ini tengah dalam proses penyidikan yaitu kasus Grup PHS
di Sumatra Utara dengan pimpinan perusahaan berinisial R terkait restitusi pajak
yang diduga menggunakan faktur pajak fiktif dengan nilai sebesar kurang lebih
Rp. 300 miliar. Pimpinannya diduga telah melarikan diri ke luar negeri. Kasus
kedua adalah kasus restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang melibatkan
seorang konsultan pajak tidak resmi berinisial Sol dengan nilai sekitar Rp. 247
miliar, dan kasus ketiga adalah kasus biro jasa berinisial W yang dipimpin oleh
TKB dengan nilai Rp. 60 miliar. Dari tiga kasus itu saja nilainya sudah Rp. 600
miliar lebih, jadi dimungkinkan dari modus kasus pajak ini potensi kerugian
negaranya mencapai triliunan rupiah. (www.Ortax.org/Harian Bisnis Indonesia/4 Mei
2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam melaksanakan tugas akhir ini
penulis mengangkat judul �¢����TINJAUAN ATAS RESTITUSI KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG TEGALLEGA�¢����.</description><publisher>Universitas Komputer Indonesia</publisher><date>2010-08-16</date><type>Thesis:Thesis</type><type>PeerReview:PeerReviewed</type><identifier> Gita (2010) Tinjauan atas Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega. Diploma thesis, Universitas Komputer Indonesia. </identifier><relation>http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-gitanim213-21796</relation><recordID>15521</recordID></dc>
|
format |
Thesis:Thesis Thesis PeerReview:PeerReviewed PeerReview |
author |
Gita |
title |
Tinjauan atas Restitusi Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega |
publisher |
Universitas Komputer Indonesia |
publishDate |
2010 |
topic |
2010 |
url |
http://repository.unikom.ac.id/15521/ http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-gitanim213-21796 |
contents |
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar
pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya roda
pemerintahan karena jumlahnya relatif stabil. Dari sektor pajak diharapkan
partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai rumah tangga negara dan aktivitas
pembangunan dapat diwujudkan secara nyata.
Untuk melaksanakan sistem perpajakan di Indonesia tidaklah terlalu
mudah. Masyarakat di Indonesia harus mengerti pajak dan cara-cara
perhitungannya, agar tidak terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam
perhitungan maupun pembayaran pajak, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan
peraturan berupa undang-undang perpajakan. Undang-undang tersebut mengatur
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai subjek dan
objek pajak, maupun tata cara perhitungan pajak.
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang
oleh wajib pajak, menurut undang-undang dan peraturan undang-undang yang
berlaku dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung dan atau dapat
dinikmati secara langsung oleh wajib pajak yang ditujukan oleh pemerintah guna
membiayai pengeluaran negara, berkaitan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
2
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah �¢����self
assessment system�¢����, dimana sistem ini memberikan kepercayaan dan
tanggungjawab yang lebih besar untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini
aparat perpajakan berkewajiban melaksanakan pembinaan, penelitian, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajiban wajib pajak.
Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan atas
barang dan jasa yang mengalami pertambahan nilai. Sebagaimana dalam
penjelasan umum Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dinyatakan bahwa
pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi
disetiap jalur perusahaan dalam menyapkan, menghasilkan, menyalurkan dan
memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
Teknis pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dilakukan beberapa kali
berdasarkan pertambahan nilai yang timbul pada setiap penyerahan barang atau
jasa.
Didalam Pajak Pertambahan Nilai terdapat istilah pajak keluaran yaitu
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak, jasa kena pajak atau
impor barang kena pajak. Selain pajak keluaran juga terdapat istilah pajak
masukan yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya sudah dibayar
oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau
penerimaan jasa kena pajak.
3
Apabila pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran maka wajib
pajak akan mengalami lebih bayar dan wajib pajak mempunyai hak untuk
merestitusi, karena selain mempunyai kewajiban untuk memungut pajak dari
rakyat, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk merestitusi kelebihan pajak
yang telah dibayarkan oleh wajib pajak.
Akhir-akhir ini marak kasus faktur pajak bermasalah, ada 4 penyebab
utama terjadinya faktur pajak bermasalah. Pertama, sistem Pajak Pertambahan
Nilai(PPN) dimana dengan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak
keluaran yang kompleks dan kemudahan untuk melakukan restitusi Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) terutama bagi pengusaha eksportir. Ke dua, administrasi
pajak yang lemah sehingga pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak dilakukan
tanpa seleksi yang memadai. Ke tiga, pemeriksaan adalah untuk meyakinkan
bahwa wajib pajak patuh terhadap undang-undang dan peraturan perpajakan
dalam suatu sistem self-assessment, namun pemeriksaan ini tidak diawasi dengan
ketat oleh atasan, karena Direktorat Jenderal pajak hanya menekankan pada target
penerimaan. Terakhir, budaya masyarakat mendorong untuk melakukan
penyimpangan. Bila seseorang tidak dapat melakukan kebohongan terhadap orang
lain, orang tersebut merasa tidak puas. Ini yang merupakan penyebab terjadinya
kolusi antara wajib pajak dengan fiskus yang digambarkan dengan peta
corruption. Untuk mengantisipasi kasus-kasus faktur pajak bermasalah,
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan dan surat
edaran.(http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=129118)
4
Menkeu mengungkapkan tiga kasus besar restitusi Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) yang saat ini tengah dalam proses penyidikan yaitu kasus Grup PHS
di Sumatra Utara dengan pimpinan perusahaan berinisial R terkait restitusi pajak
yang diduga menggunakan faktur pajak fiktif dengan nilai sebesar kurang lebih
Rp. 300 miliar. Pimpinannya diduga telah melarikan diri ke luar negeri. Kasus
kedua adalah kasus restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang melibatkan
seorang konsultan pajak tidak resmi berinisial Sol dengan nilai sekitar Rp. 247
miliar, dan kasus ketiga adalah kasus biro jasa berinisial W yang dipimpin oleh
TKB dengan nilai Rp. 60 miliar. Dari tiga kasus itu saja nilainya sudah Rp. 600
miliar lebih, jadi dimungkinkan dari modus kasus pajak ini potensi kerugian
negaranya mencapai triliunan rupiah. (www.Ortax.org/Harian Bisnis Indonesia/4 Mei
2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam melaksanakan tugas akhir ini
penulis mengangkat judul �¢����TINJAUAN ATAS RESTITUSI KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG TEGALLEGA�¢����. |
id |
IOS4207.15521 |
institution |
Universitas Komputer Indonesia |
institution_id |
294 |
institution_type |
library:university library |
library |
Perpustakaan UNIKOM |
library_id |
268 |
collection |
Repository Scholar Unikom |
repository_id |
4207 |
city |
BANDUNG |
province |
JAWA BARAT |
shared_to_ipusnas_str |
1 |
repoId |
IOS4207 |
first_indexed |
2017-05-07T15:41:02Z |
last_indexed |
2024-07-17T06:40:15Z |
recordtype |
dc |
_version_ |
1804815773984620544 |
score |
17.13294 |