IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA CALON LEGISLATIF MANTAN NARAPIDANA KORUPSI (Studi kasus pada Partai Gerindra, Partai Golkar, dan Penyelenggara Pemilu di Provinsi Lampung pada Pemilihan Legislatif 2019)
| Main Author: | OKTADILA ANWARI , 1516021068 |
|---|---|
| Format: | Bachelors NonPeerReviewed Book Report |
| Terbitan: |
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
, 2020
|
| Subjects: | |
| Online Access: |
http://digilib.unila.ac.id/63489/1/ABSTRAK.pdf http://digilib.unila.ac.id/63489/2/SKRIPSI%20FULL.pdf http://digilib.unila.ac.id/63489/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf http://digilib.unila.ac.id/63489/ |
Daftar Isi:
- Mahkamah Konstitusi telah mengesahkan bahwa calon anggota legislatif yang berstatus sebagai mantan narapidana korupsi bisa ikut bersaing untuk menduduki jabatan legislatif pada pemilu tahun 2019. Mahkamah Konstitusi memutuskan putusan tersebut yang sebelumnya telah terjadi perbedaan pandangan antara kedua penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu. Tujuan Penelitian ini agar dapat memberikan ilmu pengetahuan tentang putusan Mahkamah Konstitusi pada calon legislatif mantan narapidana korupsi dengan menggunakan metode kualitatif. Partai Politik Gerindra dan Golkar di Provinsi Lampung mencalonkan kadernya yang berstatus sebagai mantan narapidana korupsi, meskipun tidak ada larangan bagi calon legislatif yang berstatus sebagai mantan narapidana korupsi ikut bersaing dalam pemilu legislatif akan tetapi hal tersebut melanggar etika politik. Kader Partai Gerindra dan Golkar yang berstatus sebagai mantan narapidana korupsi yang tetap bersikeras untuk bersaing dalam pemilu merupakan suatu bentuk pengabaikan etika dalam berpolitik. Begitupula dengan Partai Gerindra dan Golkar yang memberikan ruang pencalonan bagi kadernya yang berstatus sebagai mantan narapidana korupsi, meskipun sudah tidak ada aturan hukum yang melarang, partai politik harus mengutamakan dalam mempertimbangkan etika politik yang merupakan pilar utama demokrasi. Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Partai Politik, Etika Politik, Korupsi, Pemilu. The Constitutional Court has ratified that candidates for legislative status as exconvicts of corruption can compete to take office in the 2019 elections. The Constitutional Court ruled that the decision that had previously occurred differences in views between the two election organizers, namely the General Election Commission and Bawaslu. The purpose of this study is to provide knowledge about the decisions of the Constitutional Court to the legislative candidates of ex-convicts of corruption using qualitative methods. Gerindra and Golkar Political Parties in Lampung Province nominate cadres who are exconvicts of corruption, although there is no prohibition for legislative candidates who are ex-convicts of corruption to compete in legislative elections but it violates political ethics. Gerindra and Golkar Party cadres with the status of ex-convicts of corruption who still insist to compete in elections are a form of ethical neglect in politics. Likewise with the Gerindra and Golkar parties which provide a nominating room for cadres who are ex-convicts of corruption, even though there are no legal rules prohibiting, political parties must prioritize in considering political ethics which are the main pillars of democracy. Keywords: Constitutional Court, Political Parties, Political Ethics, Corruption, Elections.