IMPLEMENTASI PERADILAN KONEKSITAS DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (Studi Putusan No.722/Pid.B/2019/PN.Tjk)

Main Author: Justika Dewi Khandari, 1612011050
Format: Bachelors NonPeerReviewed Book Report
Terbitan: FAKULTAS HUKUM , 2020
Subjects:
Online Access: http://digilib.unila.ac.id/63396/1/ABSTRAK.pdf
http://digilib.unila.ac.id/63396/3/SKRIPSI%20FULL.pdf
http://digilib.unila.ac.id/63396/2/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf
http://digilib.unila.ac.id/63396/
Daftar Isi:
  • Tindak pidana penganiayaan dapat dilakukan oleh kalangan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh anggota militer (TNI) bersama-sama dengan sipil, yang secara yuridis formal harus diadili dalam peradilan koneksitas. Perkara koneksitas baik tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus. Dasar hukum peradilan koneksitas diatur dalam Pasal 89 KUHAP, Pasal 198 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.Perkara tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian ini yang dilakukan oleh masyarakat sipil dengan anggota militer secara bersama-sama merupakan perkara koneksitas, namun tidak dilaksanakannya peradilan koneksitas atau tidak dijalankannya Pasal 89 KUHAP. Yang mana dalam Pasal 89 mengatur mengenai perkara koneksitas yang seharusnya diadili di pengadilan umum. Pada pelaksanaannya peradilan koneksitas tidak di implementasikan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah implementasi peradilan koneksitas dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat implementasi peradilan koneksitas dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian? Penelitian ini menggunakan pendektan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data diperoleh melalui studi kepustakaan dan melalui wawancara menggunakan pedoman tertulis terhadap narasumber yang telah ditentukan. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Penyidik Kepolisian Daerah Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Oditur Militer Lampung, dan Akademis Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa : implementasi peradilan koneksitas dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian khususnya dalam perkara tersebut tidak dilaksanakannya peradilan koneksitas dikarenakan pihak militer tidak mengajukan perkara koneksitas tersebut untuk diadili secara peradilan koneksitas. Perkara tersebut ditangani masing-masing instansi pelaku oknum sipil diadili di peradilan umum sedangkan oknum militer diadili di peradilan militer. Faktor penghambat implementasi peradilan koneksitas adalah, faktor hukum atau peraturan perundang-undangan dari ketentuan Pasal 89 Ayat (1) tersebut bahwa dalam suatu perkara koneksitas maka yang menjadi primusinterpares adalah peradilan umum kecuali menurut keputusan menteri pertahanan dan keamanan dengan persetujuan menteri kehakiman bahwa perkara tersebut harus dadili dalam lingkungan peradilan militer namun adanya inkonsisten antara asas peradilan yaitu asas sederhana,cepat,biaya ringan dengan Pasal 89 KUHAP tersebut. Dan faktor yang kedua adalah faktor kebudayaan, cultur law atau budaya hukum itu sendiri yang mempengaruhi baik buruknya suatu hukum. Saran dalam penelitian ini adalah Peningkatan koordinasi kerja sama antara penegak hukum yaitu, hakim,Polisi,Jaksa,Oditur militer. Serta diharapkan kepada penegak hukum dapat lebih memahami serta tunduk pada ketentuan Pasal 89 KUHAP. Meski dalam pengaturan lainnya diperbolehkan sesuai dengan persetujuan menteri pertahanan dan keamanan dengan persetujuan menteri kehakiman. Kata Kunci : Implementasi, peradilan, koneksitas