ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Main Author: DINI NURINA CHAIRANI, 1612011102
Format: Bachelors NonPeerReviewed Book Report
Terbitan: FAKULTAS HUKUM , 2020
Subjects:
Online Access: http://digilib.unila.ac.id/61778/1/ABSTRAK.pdf
http://digilib.unila.ac.id/61778/2/SKRIPSI%20FULL.pdf
http://digilib.unila.ac.id/61778/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf
http://digilib.unila.ac.id/61778/
Daftar Isi:
  • Korporasi tidak dikenal sebagai subyek hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Korporasi diakui sebagai subyek hukum pidana melalui undang-undang di luar KUHP, termasuk Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkembangan ilmu hukum pidana semakin maju dengan kemunculan teori/doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi. Namun dalam putusan pengadilan pada tahun 2010 PT Giri Jaladhi Wana korporasi dituntut sebagai pelaku korporasi tindak pidana korupsi, maka timbul mengenai korporasi untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dan penerapan sanksi pidana. Permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaimanakah Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi?, dan Bagaimanakah Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi?. Pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian normatif dilakukan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan perilaku setiap orang, sedangkan penelitian empiris yaitu sebagai perilaku nyata, gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi pada kasus PT GJW telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi, hal tersebut telah sesuai berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UU TPK dengan perkembangan ilmu hukum pidana semakin maju, maka muncul doktrin pertanggungjawaban pidana yaitu vicarious liability, strict liability, dan identification theory, sehingga dari semua doktrin dalam kasus tersebut dapat digunakan dalam meminta pertanggungjawaban pidana. Sedangkan penerapan sanksi pidana terhadap korporasi melalui putusan No.04/Pid.Sus/2011/PT.BJM. Majelis Hakim dalam perkara tersebut menjatuhkan sanksi pidana denda sebesar Rp 1.317.782.129,- (satu milyar tiga ratus tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh dua ribu seratus dua puluh Sembilan rupiah) dan menjatuhkan sanksi pidana tambahan berupa penutupan sementara PT. Giri Jaladhi Wana selama 6 (enam) bulan yang sesuai dengan tuntutan dan timbulnya kerugian keuangan negara akibat perbuatan Perusahaan tersebut. Saran penelitian ini adalah (1) Majelis hakim dalam rangka menanggulangi tindak pidana korupsi perlu adanya keseragaman dalam hal pengaturan pertanggung jawaban pidana korporasi seperti apa teori/doktrin yang akan digunakan dalam meminta pertanggungjawaban pidana korporasi. (2) Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap korporasi di masa yang akan datang seharusnya dalam penemuan hukum yang progresif karena mengandung pembaharuan hukum dan dapat digunakan sebagai acuan dalam mempidana pelaku korporasi tindak pidana korupsi. Kata Kunci: Korporasi, Pertanggungjawaban Pidana, Tindak Pidana Korupsi.