(ROUGHNESS DETERIORATION MODEL FOR FLEXIBLE PAVEMENT)
Main Authors: | Kusnianti, Neni, -, Siegfried |
---|---|
Format: | Article info application/pdf Journal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
, 2019
|
Online Access: |
http://jurnal.pusjatan.pu.go.id/index.php/jurnaljalanjembatan/article/view/499 http://jurnal.pusjatan.pu.go.id/index.php/jurnaljalanjembatan/article/view/499/451 |
Daftar Isi:
- ABSTRACT In pavement management system, the roughness deterioration model is an important parameter to determine the functional performance in the future. The information of functional and structural performances will set the type of maintenance needed during the analysis period. The general model of roughness deterioration is a combination of some road deffect models such as crack, rutting, and pothole, and this seems a bit complicated. To apply this model, it needs a quite huge data and this will cause to the cost of data collection and equipment used. Because of lack of equipment and to make more efficient, it needs to adopt a simpler model of roughness deterioration. The aggregate model of roughness deterioration is a simple model used in many African countries that is a function of structural strength, environmental factor, and traffic. By adopting this model, it needs a simple calibration by comparing the results of this model to that of HDM4 program which have been applied in some countries like Ghana, Brazilia, Phillipines and Malaysia. The result shows that the roughness values of these two methods are not significantly different especially for the IRI less than 12. This means that the aggregate model of roughness deterioration is acceptable to use in Indonesia, because generally the Indonesian pavement management system suggest that the IRI of 12 will require reconstruction. Keywords: IRI, model of roughness deterioration, pavement management system, aggregate mode of roughness deterioration, HDM
- Di dalam sistem manajemen perkerasan, model penurunan ketidakrataan merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan kinerja fungsional pada tahun-tahun mendatang. Informasi mengenai kinerja fungsional ini bersamaan dengan kinerja struktural akan menentukan tipe perbaikan yang dibutuhkan selama tahun-tahun analisis. Model umum penurunan ketidakrataan ini merupakan model yang kompleks dan fungsi dari beberapa model kerusakan permukaan lainnya seperti retak, rutting, dan lubang. Untuk menjalankan model yang kompleks ini membutuhkan data yang banyak dan secara umum akan berdampak kepada peralatan dan biaya pengumpulan data. Karena keterbatasan peralatan dan biaya maka perlu dirumuskan model penurunan yang sederhana. Model agregat penurunan ketidakrataan adalah produk dari HDM3 yang banyak digunakan di negara-negara Afrika. Model ini cukup sederhana dengan parameter masukan berupa lalu lintas, kekuatan struktural, faktor lingkungan dan umur perkerasan. Untuk mengadopsi model ini supaya bisa dipakai di Indonesia perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi yang dilakukan adalah dengan membandingkan hasil perhitungan menggunakan model agregat ini dengan hasil yang didapat dari program HDM4 yang sudah banyak dipakai di berbagai negara seperti Ghana, Brazillia, Filipina, dan Malaysia. Terlihat dari hasil perhitungan bahwa nilai ketidakrataan yang didapat dari model agregat dengan hasil program HDM4 tidak berbeda secara siginifikan terutama untuk nilai ketidakrataan yang lebih kecil dari 12. Hal ini memberikan harapan bahwa model agregat ini bisa dipakai sebagai alternatif karena pada umumnya sistem manajemen perkerasan di Indonesia mensyaratkan bahwa IRI yang lebih besar dari 12 merekomendasikan rekonstruksi. Kata kunci: IRI, model penurunan ketidakrataan, sistem manajemen perkerasan, model agregat penurunan ketidakrataan, HDM