JAMINAN KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB PERS DALAM PERSPEKTIF HUKUM MEDIA MASSA Studi Komparatif UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers

Main Author: Hanif Wicaksono, Mohamad
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2007
Subjects:
Online Access: http://eprints.umm.ac.id/6764/1/JAMINAN_KEBEBASAN_DAN_TANGGUNG_JAWAB_PERS_DALAMPEERSPEKTIF_HUKUM_MEDIA_MASSAStudi_Komparatif_UU_No.pdf
http://eprints.umm.ac.id/6764/
Daftar Isi:
  • Kemampuan media untuk membentuk persepsi masyarakat sangatlah besar, oleh karena itu media di tuntut mengemban tugas itu dengan baik. Kebebasan pers dianggap penting karena kebebasan tersebut adalah kebebasan milik publik yang diperoleh dari konsekuensi dari hak memperoleh informasi dan hak menyampaikan pendapat dimana hak ini telah dijamin dalam dasar hukum tertinggi di Indonesia yaitu UndangUndang Dasar 1945. Dalam arti luas pers adalah manifestasi dari freedom of speech yang tercakup dalam pengertian freedom of expression sehingga bisa mencakup semua media komunikasi. Akan tetapi konsep kebebasan pers ini sering disalah artikan baik oleh pihak media massa maupun pemerintah, media sering menganggap pemerintah terlalu membatasi ruang geraknya, sedangkan pemerintah juga menganggap media terlalu bebas dan semaunya sendiri. Setiap kebebasan tidaklah absolut, dibutuhkan sebuah tanggung jawab agar kebebasan itu berjalan pada arah yang benar dan membawa kebaikan. Perlunya sistem kebebasan dan tanggung jawab inilah yang mendorong pemerintah menyusun sebuah hukum media massa yang tercantum dalam Undangundang Pers No. 40 Tahun 1999 dan Undangundang Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Prokontra mewarnai perjalanan kedua Undangundang ini karena penyiaran dan pers dibedakan dalam regulasi yang berbeda sedangkan dalam pengertian secara umum pers dan penyiaran dianggap dalam satu pengertian yang sama dalam kontek pers secara luas . Kemudian mengenai jaminan kebebasan pers yang diberikan pemerintah, jika dalam Undangundang pers kebebasan di nilai sudah terjamin namun dalam Undangundang Penyiaran kebebasan pers kembali terpasung dengan adanya penyensoran dan pembredelan. Sementara itu pemerintah menuntut adanya sebuah tanggung jawab dari media karena media dianggap mempunyai tanggung jawab sosial yang sangat rendah. Belum lagi sistem regulasi yang membedakan antara pers dan penyiaran menimbulkan beberapa masalah baru seperti penyelesaian delik pers. Dalam penelitian kepustakaan ini, untuk memahami konsep kebebasan yang bertanggung jawab memakai teori milik Theodore Peterson. Bagaimana jaminankebebasan yang diberikan UU pers dan UU penyiaran serta apa tanggung jawab media sebagai balasan kebebasanya. Setelah dilakukan analisa maka jawaban yang dapat di temukan adalah Undangundang No. 40 sudah menjamin kebebasan pers dengan sudah tidak adanya campur tangan pemerintah dan pers diwajibkan mengemban tanggung jawabnya sebaik mungkin. Sedangkan UU No. 32 dianggap belum bisa memberikan jaminan kebebasan dikarenakan masih adanya campur tangan pemerintah melalui DEPKOMINFO, sedangkan menurut S. Tasrif untuk kondisi indonesia ada tiga syarat kebebasan pers. Pertama, tidak ada lagi kewajiban untuk meminta surat izin terbit ( SIUPP ) bagi suatu penerbitan umum kepada pemerintah. Kedua, tidak ada wewenang pemerintah untuk melakukan penyensoran sebelumnya terhadap berita atau karangan yang akan dimuat pers. Ketiga, tidak ada lagi wewenang pemerintah untuk memberangus suatu penerbitan di waktu tertentu atau selamanya, kecuali melalui lembaga peradilan yang independen. Sebaliknya dilapangan setelah ada jaminan kebebasan dari UU Pers. Pers masih dalam posisi yang belum aman dari data yang diperoleh masih banyak tindak kekerasan yang dialami pihak pers baik lembaga maupun perorangan. Diperlukan penegakan supremasi hukum dinegara ini agar kita bisa merasakan efek dari kebebasan dan tanggung jawab sosial media massa.