Konstruksi Citra Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) oleh Organisasi Relawan "Teman Ahok" di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 Pasca Aksi Damai 411 (Analisis Wacana pada Konten Website Resmi www.temanahok.com Periode Bulan November 2016 - Januari 2017)

Main Author: Astutik, Ira Yulia
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://eprints.umm.ac.id/36977/1/jiptummpp-gdl-irayuliaas-49888-1-pendahul-n.pdf
http://eprints.umm.ac.id/36977/2/jiptummpp-gdl-irayuliaas-49888-2-babi.pdf
http://eprints.umm.ac.id/36977/3/jiptummpp-gdl-irayuliaas-49888-3-babii.pdf
http://eprints.umm.ac.id/36977/4/jiptummpp-gdl-irayuliaas-49888-4-babiii.pdf
http://eprints.umm.ac.id/36977/
Daftar Isi:
  • Adanya aksi damai bela islam 411 (4 November 2016) yang menuntut Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihukum terkait pidatonya di Kepulauan Seribu tentang Surat Al-Maidah ayat 51. Pidato tersebut membuat Ahok diduga melakukan penistaan agama islam dan ulama sesuai dengan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Sehingga isu SARA kembali digunakan dalam pilgub Jakarta. Sebagai organisasi relawan yang mendukung Ahok, "Teman Ahok" membuat pemberitaan untuk memperbaiki citra Ahok pada situs website temanahok.com. Sehingga Ahok dapat terpilih kembali menjadi Gubernur Jakarta periode 2017-2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi citra yang dibuat Teman Ahok pasca kasus penistaan agama. Untuk mengetahui konstruksi citra yang dibuat oleh Teman Ahok melalui teks berita yang dimuat, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan metode penelitian analisis wacana Teun A. Van Dijk. Sehingga bisa mengungkapkan makna tersembunyi yang ada dalam suatu teks, serta bagaimana sosok Ahok dicitrakan pasca julukan penista agama dan ulama. Teks berita yang dianalisis terdapat tujuh berita pada periode November 2016-Januari 2017. Berdasarkan hasil analisis yakni, Teman Ahok berupaya untuk mengkonstruksi citra Ahok bukan sosok penista agama islam dan ulama. Melainkan sebagai sosok Gubernur untuk memimpin provinsi Jakarta, bukan untuk memimpin agama islam. Serta mengedukasi masyarakat untuk menghargai keberagaman. Menjunjung tinggi toleransi antar warga negara yang berlandaskan Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga memilih pemimpin tidak harus memandang suku, agama, ras dan golongan, melainkan berdasarkan program kerja, visi-misi, dan kemampuan untuk memimpin.