PARTICIPATORY BUDGETING DI BRAZIL
Main Author: | Salahudin, Salahudin |
---|---|
Format: | Article NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.umm.ac.id/36302/1/PARTICIPATORY%20BUDGETING%20DI%20BRAZIL.pdf http://eprints.umm.ac.id/36302/ |
Daftar Isi:
- Menurut Souza, gelombang demokrasi berpengaruh besar dalam perubahan tatakelola pemerintahan. Pada tahun 1980, demokrasi mulai diadopsi dalam tatakelola pemerintahan di negara-negara Latin Amerika and Eropa. Namun, penerapan demokrasi pada masing-masing negara tersebut adalah berbeda-beda baik dalam sisi pengalaman maupun kebijakan dan sistem pemerintahan yang diterpakan. Meskipun demikian, negara-negara tersebut memiliki agenda yang sama dalam mewujudkan demokrasi yakni membentuk intititusi demokrasi dan memperkuat institusi tersebut untuk mendukung realisasi nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan masing-masing. Menurut Souza tujuan mendasar negara-negara terhadap penerapan demokrasi adalah melawan korupsi, meningkatkan akses masyarakat terhadap pemerintah, dan memperkuat akuntabilitas pemerintahan. Souza menjelaskan bahwa dalam banyak negara, redemokratisasai telah diterapkan melalui kebijakan desentralisasi politik dan keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (sub-national government). Sebagai konsekuesni dari kebijakan desentralisasi tersebut, banyak pemerintah daerah menerapkan kebijakan-kebijakan yang mencerminkan aktualisasi asas-asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu bentuk kebijakan tersebut adalah kebijakan pemerintah daerah mendukung, mendorong, dan meningkatkan partisipasi masyarakat termasuk social groups pada pembangunan daerah termasuk dalam proses pengambilan keputusan (kebijakan). Berangkat dari filosofi demokrasi, desentralisasi, dan partisipasi di atas, Souza dalam artikelnya ini mendiskusikan tentang demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Brazil. Souza menjadikan Brazil sebagai unit macro analisis dalam papernya ini. Menurut catatan Souza, berkaitan dengan desentralisasi di Brazil, para sarjana dan praktisi pemerintahan menyepakati bahwa pemerintahan Brazil adalah pemerintahan desentralistis dalam politik dan keuangan. Mereka menyepakati bahwa implementasi desentralisasi harus dilakukan secacara cepat dan tepat (unparalleled pace). Menurut Souza, kesepakatan ini mencuak pasca redemokratisasi di negara tersebut (Brazil). Souza menyebut bahwa para Sarjana Brazil terpecah dalam dua golongan dalam melihat dan mendefinisikan konsep desentralisasi. Kubu pertama, mendefinisikan desentralisasi secara positif yakni desentralissasi adalah subuah konsep kebijakan yang tepat untuk mempercepat proses pembangunan disetiap kota di Barzil. Definisi dari kubu pertama ini dibangun dari konsep reinventing government yang bertujuan mendekatkan pemerintah dengan masyarakat (communities) dan membangun jembatan komunikasi antara private sector dengan kebutuhan publik serta membangun kapasitas tatakelola pemerintahan yang baik (good governance). Sedangkan kubu kedua yaitu mendefinikasikan desentralisasi secara skeptis yakni kebijakan desentralisasi hany sekedar menyediakan ruang bagi private sector untuk melakukan eksplorasi sumber daya daerah tanpa kontrol dan pengawasan pemerintah pusat. Selain itu, menurut kubu kedua ini, desentralisasi juga akan membuka disparitas sosial ekonomi antar pemerintah daerah dalam suatu negara. Kubu kedua meyakini bahwa konsep pemerintahan sentralisasi adalah konsep yang tepat untuk membangun dan mewujudkan pemerintahan yang bertanggung jawab. Pada artikelnya ini, Souza tidak terlalu jauh mendiskusikan tentang perdebatan antara kedua kubu di atas mengenai konsep desentralisasi dan sentralisasi karena paper ini focus pada issue participatory budgeting. Karena itu, Souza, lebih jauh, mendiskusikan tentang upaya-upaya pemerintah Brazil menerapkan kebijakan desentralisasi dan meangktualisasikan konsep participatory budgeting disetiap kota di Brazil. Pada tahun 1988, konstitusi Brazi menyediakan beberapa mekanisme tentang partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan (development planning) dan proses kebijakan publik (making public policy process). Melalui konstitusi tersebut, pemerintah Brazil mendorong masyarakat (grassroot) untuk terlibat aktif dalam prosese penyusunan kebijakan publik terutama di tingkat daerah (level local). Pemerintah Brazil menekankan aspek-aspek penting dalam mendorong partisipasi masyarakat. Salah satu aspek penting itu adalah bahwa tuntutan dan kebutuhan yang diajukan oleh masyarakat harus diprioritaskan oleh pemerintah Brazil. Menurut pemerintah Brazil, tuntutan dan kebutuhan masayarakat yang paling penting dan harus diprioritaskan adalah urusan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Tuntutan masayarakat pada aspek-aspek tersebut harus diformulasikan kedalam bentuk kebijakan publik. Menurut Souza, langkah-langkah pemerintaha Brazil dalam memperkuat konsep partisipasi masyarakat dalam proses kebijaka publik, adalah dijadikan sebaga role model good government oleh negara-negara lain.