IMPLEMENTASI PARTICIPATORY BUDGETING DI CHINA
Main Author: | SALAHUDIN, SALAHUDIN |
---|---|
Format: | Article NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.umm.ac.id/36300/1/IMPLEMENTASI%20PARTICIPATORY%20BUDGETING%20DI%20CHINA.pdf http://eprints.umm.ac.id/36300/ |
Daftar Isi:
- He, dosen pada School of Politics and International Studies, Deakin Uneversity, menulis sebuah paper dengan tema Participatory Budgeting (PB) di China. He mendiskusikan impelementasi PB di China dengan menggunakan tiga pendekatan studies, yakni, pendekatan administrasi pemerintahan, reformasi politik, and pemberdayaan masyarakat. He menganalisis PB melalui data-data sekunder seperti laporan penelitian terdahulu, laporan jurnalis, jurnal-jurnal yang terkait, dan opini-opini para scholars. Melalui data-data sekunder dan ketiga pendekatan tersebut, Hemenunjukkan bahwa implementasi PB di China adalah didominasi oleh pendekatan administrasi pemerintahan, yakni, pemerintah Cina mendominasi proses penganggaran. Pemerintah berperan aktifdandominan dalam menyusun, mengatur, dan menentukan kebijakan anggaran. Sedangkan pendekatan reformasi politik adalah belum terlalu nampak dalam proses penganggaran, yakni, para politisi terutama anggota parlemen tidak terlalu mendominasi dalam proses penganggaran. Pemerintah nasional dan daerah di China menolak dominasi politisi dalam penganggaran. Pada sisilain, pendekatan pemberdayaan masyarakat berjalan secara efektif di tingkat village and sub district government. Namun, pendekatan ini tidak dapat diimpelementasikan secara efektif di tingkat nasional karena peraturan pemerintah nasional adalah tidak memberikan peran atau ruang bagi komunitas-komunitas sosial (civic communities). He menjelaskan definisi ketiga pendekatan tersebut seperti berikut ini. Pertama, pendekatan administrasi pemerintahan (administrative logics). Pendekatan ini menekankan pada pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana peran pemerintah memperkenalkan dan mengimplementasikan PB dan bagaimana PB dapat memperkuat dan mengembangkan proses administrasi pemerintahan (governance). Menurut He, ketika pendekatan ini mendominasi dalam PB, pemerintah seringkali mengabaikan program pembangunan diusulkan oleh warga dan kebijakan anggaran hanya mendukung program-program yang didesain oleh pemerintah. Kedua, pendekatan reformasi politik (political reform logics) berbeda dari pendekatan administrasi, para sarjana dan aktivis NGO menggunakan PB sebagai sarana untuk mendukung dan memperkuat posisi politisi atau parlemen. Politisi dan parlemen mendominasi proses penganggaran. Karena itu, besar kemungkinan kebijakan anggaran berpihak kepada kepentingan para politisi dan aktivis NGO yang berafiliasi politik dengan para politisi. Ketiga, pendekatan pembeerdayaan masyarakat (the citizen empowerment logic). Pendekatan ini didukung oleh para aktivis sosial dan NGO (non-partisan). Para aktivis tersebut mendorong warga masayarakat untuk terlibat aktif dalam proses penyusunan kebijakan anggaran. Para aktivis menyadari bahwa partisipasi dalam proses kebijakan publik adalah bagian dari hak-hak masyarakat sebagai warga negara. Ketika masyatakat mendapatkan hak partisipasi, maka warga dapat mengusulkan program pembangunan sesuai kebutuhan untuk dijadikan sebagai bagian dari program pembangunan pemerintah, dan program tersebut dialokasikan kedalam kebijakan anggaran pemerintah. Menurut He, ketiga pendekatan tersebut memiliki perbedaan berkaitan dengan penekanan peran actor dalam proses penganggaran (PB). Pendekatan pertama menekankan pada pentingnya dominasi peran pemerintah(government actors), pendekatan kedua menekanpan pada dominasi peran politisi(politician acrtors), dan pendekatan ketiga menekankan peran warga(citizen actors) dalam proses kebijakan penganggaran (PB). Menurut He, perbedaan penekanan tersebut berdampak pada perbedaan hasil dan bentuk kebijakan anggaran. Pendekatan pertama memungkinkan melahirkan bentuk kebijakan anggaran yang berorientasi pada urusan-urusan administrasi pemerintahan (government official affairs). Pendekatan kedua memungkinkan melahirkan kebijakan anggaran yang berorietasi pada kepentingan-kepentingan para politisi (politician interests and affairs). Pendekatan terakhir memungkinkan melahirkan kebijakan anggaran yang berpihak pada urusan-urusan pembeerdayaan masyarakat (citizen affairs). He menekankan bahwa ketiga pendekatan di atas adalah, pastinya, masih perlu diperdebatkan secara mendalam karena ketiga pendekatan tersebut memiliki titik persingungan yang sangat berkaitan dalam proses penganggaran. Pada dasarnya, kebijakan penganggaran membutuhkan ketiga pendekatan tersebut yakni, mebutuhkan peran pemerintah, politisi, dan warga dalam proses kebijakan penganggaran (public policy process). Karena itu, ketiga pendekatan tersebut sangat membantu para scholar untuk mengidentifikasi dan memetakan permasalahn implementasi PB di berbagai negara termasuk di China. Menurut He, selama ini para scholar dan aktivis NGO hanya fokus mengkaji pendekatan politik dan pemberdayaan. Mereka nyaris tidak mengkaji dan mendiskusikan PB melalui pendekatan administrasi pemerintahan (official government approach).He, melalui paper ini, mengkaji PB melalui ketiga pendekatan di atas guna menggali informasi dan memetakan persoalan implementasi PB secara komprehensif. Di Cina, ada banyak perbedaan dalam memahami ketiga konsep digambarkan di atas. Banyak scholar dan aktivis NGO memandang bahwa pendekatan administrative pemerintahan adalah sebuah pendekatan yang mengesampikan keterlibatan masyarakat dalam proses penganggaran. Menurut He, pandangan tersebut dinilai keliru, justru, menurut dia pendekatan administrative pemerintahan mengedepankan partisipasi masyarakat. Hanya saja, pada pendekatan ini yang menentukan pengambilan keputusan adalah institusi pemerintah (government official).