IMPLEMENTASI PEMBERIAN HAK PEMBEBASAN BERSYARAT KEPADA NARAPIDANA NARKOTIKA (Studi Lapas Kelas II B Kota Pasuruan)
Main Author: | JATMIKA, BRIAN DWIGA |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.umm.ac.id/36232/1/jiptummpp-gdl-briandwiga-47546-1-pendahul-n.pdf http://eprints.umm.ac.id/36232/2/jiptummpp-gdl-briandwiga-47546-2-babi.pdf http://eprints.umm.ac.id/36232/3/jiptummpp-gdl-briandwiga-47546-3-babii.pdf http://eprints.umm.ac.id/36232/4/jiptummpp-gdl-briandwiga-47546-4-babiii.pdf http://eprints.umm.ac.id/36232/ |
Daftar Isi:
- Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan Narapidana di luar Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan. Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah bagaimana Implementasi Pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana narkotika dan faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam proses implementasi tersebut kepada narapidana narkotika. Penelitian ini menggunakan metode yuridis sosiologis, dengan sumber data primer diperoleh dengan terjun langsung ke lapangan yang teknik pengumpulan datanya berupa hasil wawancara dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Pasuruan sebagai lokasi pengambilan data primer. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, hasil penelitian terdahulu serta sumber-sumber lain di internet. Sehingga data hasil dari penelitian dapat dianalisa secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian syarat pengajuan PB narapidana narkotika terdapat 2 (dua) aturan berbeda yang mengatur hal ini yaitu PP No.12 Tahun 1995 dengan PP No.99 Tahun 2012, dijelaskan bahwa untuk narapidana narkotika dengan vonis paling singkat 5 tahun harus melakukan “Justice Collaborator” dengan penegak hukum sehingga ini juga menjadi salah satu faktor penghambat dalam proses pengajuan PB narapidana narkotika. Kesimpulannya perlukah revisi terhadap dua aturan berbeda tersebut, agar kedepannya juga sebagai saran narapidana narkotika tidak merasa dipersulit oleh negara untuk mendapatkan hak yang seharusnya dengan mudah mereka dapatkan.