STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA GOLONGAN SEFALOSPORIN PADA PASIEN RAWAT INAP PNEUMONIA (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. SAIFUL ANWAR Malang)

Main Author: IZZAH, NAILATUL
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://eprints.umm.ac.id/30600/1/jiptummpp-gdl-s1-2011-nailatuliz-23892-Pendahul-n.pdf
http://eprints.umm.ac.id/30600/2/jiptummpp-gdl-s1-2011-nailatuliz-23892-BAB%2BI.pdf
http://eprints.umm.ac.id/30600/
Daftar Isi:
  • Salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di Negara berkembang yang penatalaksanaanya membutuhkan terapi dengan antibiotika adalah pneumonia. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyebabkan peradangan akut parenkim paru-paru dan pemadatan eksudat pada jaringan paru. Pneumonia merupakan akibat terjadinya infeksi ketika mekanisme pertahanan paru mengalami kerusakan atau penurunan kekebalan tubuh. Pengobatan pneumonia dilakukan dengan pendekatan secara empiris yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dengan tujuan agar antibiotik yang dipilih dapat melawan beberapa kemungkinan antibiotik penyebab infeksi. Padahal tanpa disadari penggunaan antibiotik spektrum luas secara tidak terkendali sangat memungkinkan timbulnya masalah yang tidak diinginkan seperti timbulnya efek samping obat maupun potensi terjadinya resistensi bakteri.Pemilihan terapi antibiotika yang rasional untuk suatu infeksi, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Faktor tersebut meliputi jenis dan tingkat keganasan penyakit, faktor dari inang, faktor yang berhubungan dengan obat yang digunakan, dan kebutuhan penggunaan berbagai obat. Golongan sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain sesuai dengan spektrum antibakterinya. Dari uji klinik telah dibuktikan bahwa sefalosporin generasi tiga dapat digunakan untuk terapi maupun untuk profilaksis, untuk pengobatan oleh Klebsiella, sefalosporin tunggal maupun kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat pilihan utama. Beberapa sefalosporin generasi tiga merupakan obat pilihan untuk meningitis, septikemia dan pneumonia oleh bakteri Gram negatif. Resistensi antibiotik golongan sefalosporin dapat timbul dengan cepat, maka sebaiknya tidak untuk penggunaan yang sembarangan dan digunakan untuk infeksi berat. Antibiotik golongan ini juga memiliki efek samping terutama gangguan pada lambung dan jarang terjadi reaksi alergi. Penggunaan terapi antibiotika yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri. Selain itu tidak menutup kemungkinan penggunaan obat-obat lain dapat meningkatkan peluang terjadinya drug related problem (DRP). Dengan adanya DRP seorang farmasis harus bisa mendeteksi, mengatasi dan mencegah masalah yang terjadi atau yang akan terjadi dalam penggunaan antibiotika. Paradigma pelayanan kefarmasisan dalam suatu asuhan kefarmasian telah mengubah dari product oriented menjadi pasient oriented dimana dalam asuhan kefarmasiannya mencakup proses yang menyeluruh yang bekerja sama dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan terapi pengobatan kepada pasien. Dalam menjalankan peran tersebut dibutuhkan penguasaan yang baik tentang penggunaan terapi antibiotika oleh seorang farmasis terutama dalam hal ini terapi antibiotika golongan sefalosporin, untuk itu diperlukan data-data mengenai penggunaan antibiotika yang dapat diperoleh melalui study penggunaan obat atau drugs Utilization Study (DUS) yaitu studi retrospektif terhadap penderita pneumonia. Didalam DUS dipelajari hal-hal yang mempengaruhi dan terlibat dalam peresepan, pemberian,dan pola penggunaan obat, meliputi indikasi penggunaan, dosis pemakaian dan lama pengobatanya sehingga pengobatan dapat tepat guna dan mencapai hasil yang optimal. Selain itu di dalam dus dapat diprediksi efek samping dan bahaya obat tertentu yang dapat timbul pada penderita sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dari hasil penelitian diperoleh data pasien pneumonia sebanyak laki-laki 65,63% dan perempuan 34,37% sedangkan distribusi berdasarkan umur, 72,92% berumur kurang dari sama dengan 60 tahun dan 27,08% berumur lebih dari 60 tahun. Dengan terapi antibiotika golongan sefalosporin sebanyak 52,75% dan tidak menerima antibiotika golongan sefalosporin sebanyak 47,25%. Pada terapi antibiotika golongan sefalosporin didapatkan pemakaian terbanyak generasi tiga yaitu (35,34%) dan generasi satu yaitu (1,72%) dengan terapi tunggal sefalosporin generasi III yaitu ceftriaxson 25,00%, kombinasi dua antibiotika yaitu ceftriaxon+ciprofloxasin sebanyak 14,66%, Kombinasi tiga antibiotika golongan sefalosporin yang paling banyak adalah (ampisillin, gentamisin dan cefotaxim), (gentamisin, cefotaxim dan ceftriaxon), (ciprofloksasin, ceftriaxone dan gentamisin), (ciprofloksasin, ceftriaxone dan amoxyclav), (ciprofloksasin, ceftriaxone dan Amoxilin), masing-masing sebanyak 1 pasien 0,89%. Pada penelitian ini Tidak dilakukan pemeriksaan mikrobiologi maupun sensitifitas antibiotika pada semua pasien.