KONDISI PSIKOLOGIS PADA KELUARGA SINGLE PARENT PASCA PERCERAIAN

Main Author: HAMDANI, AULIA
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://eprints.umm.ac.id/30117/1/jiptummpp-gdl-auliahamda-29850-2-babi.pdf
http://eprints.umm.ac.id/30117/2/jiptummpp-gdl-auliahamda-29850-1-pendahul-n.pdf
http://eprints.umm.ac.id/30117/
Daftar Isi:
  • Pembimbing I : Dra. Siti Suminarti F. M.Si ; Pembimbing II : Zainul Anwar S.Psi, M.Psi. Perkawinan adalah dipersatukannya dua pribadi dalam suatu ikatan formal melalui catatan sipil dan juga diabadikan dihadapan Allah SWT sesuai dengan agama yang disetujui kedua belah pihak. Anggapan mengenai perceraian sama dengan suatu kegagalan yang biasa karena semata–mata mendasarkan perkawinan pada cinta yang romantis, padahal pada semua sistem perkawinan paling sedikit terdiri dari dua orang yang hidup dan tinggal bersama dimana masing–masing memiliki keinginan, kebutuhan serta latar belakang sosial yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Kondisi Psikologis Pada Keluarga Single Parent Pasca Perceraian dengan tujuan mengetahui bagaimana kondisi psikologis keluarga single parent pasca perceraian dan mengetahui sikap yang seharusnya dilakukan orang tua single parent pasca perceraian. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Subjek penelitian ini adalah keluarga single parent akibat perceraian dan berjumlah 4 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Teknik analisa data menggunakan deskriptif. Dari hasil penelitian diperoleh kondisi psikologis pada ibu tunggal dan anak pasca perceraian yaitu : ditinjau dari aspek kognitif, subjek mempersepsikan perceraian sebagai jalan terakhir agar ibunya terbebas dari penderitaan, perhatian jadi lebih terfokus, ingatan atas peristiwa perceraian membuat trauma dan sakit hati, memiliki cara berpikir untuk menggunakan cara yang paling cepat dalam menyelesaikan masalah, dan peristiwa perceraian tersebut dijadikan pelajaran yang berharga. Ditunjau dari aspek afektif subjek memiliki perasaan lebih tenang, menjadi lebih pendiam dan sabar, lebih suka menjalankan ibadah atau menyibukkan diri untuk mengatasi emosinya, dan tidak membenci mantan suaminya. Sedangkan ditinjau dari aspek motivasi, subjek memiliki keinginan atau kemauan untuk hidup lebih tenang dan tercukupi pada masa mendatang dan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik ke depannya.