KONFLIK TAPAL BATAS DI DAERAH OTONOM BARU (STUDI KASUS PADA ENAM DESA DALAM PENYELESAIAN TAPAL BATAS DI HALMAHERA BARAT DAN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA)
Main Author: | MAJID, NURHALIS |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.umm.ac.id/29430/1/jiptummpp-gdl-nurhalisma-29214-1-pendahul-n.pdf http://eprints.umm.ac.id/29430/2/jiptummpp-gdl-nurhalisma-29214-2-babila-g.pdf http://eprints.umm.ac.id/29430/ |
Daftar Isi:
- Fakta menunjukkan bahwa fenomena pemekaran wilayah yang terjadi di Propinsi Maluku Utara kurang melibatkan warga, terutama dari sisi administratif dan pengabaian aspiratif terkait pemekaran tersebut, akibatnya penolakan warga akibat dari ketidakperdulian ini terus mencuat. Kasus ini terjadi pada masyarakat pada enam desa sengketa yang diperebutkan oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Barat daerah induk dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara sebagai daerah otonomi baru pada saat ini. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hasil pemekaran wilayah daerah Kabupaten Halmahera Barat sebagai induk dan Halmahera Utara sebagai Daerah Otonom Baru di Provinsi Maluku Utara. Dan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam penyelesaian konflik. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan rancangan studi kasus. Data penelitian bersumber dari Tim Otonomi daerah, Linmas Kabupaten Halmahera Barat di Jailolo, tokoh Masyarakat, tokoh politik dan bagian Tata Pemerintah (Setda) sedangkan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, metode observasi, dan metode dokumenter. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan status wilayah enam desa merupakan fenomena yang sangat kompleks, seperti implementasi PP Nomor 42 Tahun 1999, segregasi teritori berdasarkan etnis, pelaksanaan pelayanan yang selama ini diberikan maupun persoalan daerah pemilihan dan aspirasi politik masyarakat, yang menyebabkan kedua pemerintah kabupaten terus mempermasalahkan penegasan status wilayah enam desa. Situasi pro dan kontra dalam masyarakat terus berkembang seiring lambatnya proses penyelesaian status enam desa. Meski demikian, masing-masing pemerintah kabupaten tetap mengklaim mendapatkan dukungan yang riil dari masyarakat, Upaya penyelesaian konflik oleh kedua belah pihak antara lain pihak Pemerintah Provinsi Maluku.