TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS TENTANG PELAKSANAAN SANKSI BAGI NARAPIDANA ANAK YANG MELARIKAN DIRI (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar)
Main Author: | Arifin, Zaenal |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2007
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.umm.ac.id/20038/1/jiptummpp-gdl-s1-2007-zaenalarif-8335-PENDAHUL-N.pdf http://eprints.umm.ac.id/20038/ |
Daftar Isi:
- Obyek studi dalam penelitian ini adalah mengenai tinjauan yuridis tentang pelaksanaan sanksi bagi narapidana anak yang melarikan diri, dengan memilih Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar sebagai lokasi penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai bentuk sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap narapidana anak yang melakukan pelanggaran dengan melakukan perbuatan melarikan diri, bila anak tersebut tertangkap kembali, selain itu juga untuk mengetahui pelaksanaan sanksi bagi narapidana anak yang melarikan diri. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu dengan menggambarkan keadaan nyata di lapangan untuk dikaji berdasarkan literatur yang ada, beserta peraturan-peraturan yang berlaku, untuk kemudian dicari solusi yang tepat atas permasalahan yang nantinya ditemui. Melalui penelitian yang sudah dilakukan maka penelitian ini mendapatkan hasil bahwa, Sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh pihak LP Anak Blitar terhadap narapidana yang melakukan pelanggaran dengan melakukan perbuatan melarikan diri, bila narapidana anak tersebut tertangkap kembali antara lain dengan ditempatkan dalam sel isolasi selama 1 (satu) minggu, pencabutan hak untuk dikunjungi selama 1 minggu, pembinaan, dan pemberian tambahan pidana, khusus kepada napi yang melakukan tindak pidana lain selama pelarian data tersebut berdasarkan dokumen dari LPA Blitar, sedangkan menurut data yang didapat dari wawancara dengan petugas LPA sanksi-sanksi tersebut antara lain pencabutan hak untuk dikunjungi selama 1 minggu, pembinaan, dan pemberian tambahan pidana. Penempatan dalam sel isolasi tidak dilakukan dikarenakan tidak tersedianya sel isolasi. Berdasarkan keterangan dari napi diperoleh data bahwa sanski yang mereka jalani antara lain, Menjalani sanksi nonprosedural dan Pencabutan hak untuk dikunjungi selama 1 minggu. Berkenaan dengan pelaksanaan sanksi menurut keterangan dari pihak LPA diperoleh keterangan bahwa Pelaksanaan sanksi kepada para narapidana anak yang melarikan diri hanya terhambat ketika Napi hendak menjalani masa isolasi.karena ketidaktersedianya sel isolasi upaya ini terkendala dengan terbatasnya anggaran untuk melakukan pemugaran, sedangkan Menurut napi yang melarikan diri pelaksanaan sanksi tidak begitu membantu sebab petugas hanya terfokus pada pelarian yang mereka lakukan tanpa berusaha menyelesaikan masalah antar napi seperti yang terjadi pada renaldo dan kawan-kawanya yang sering diekspliotasi secara ekonomi. Dengan demikian diperoleh kesimpulan yang antara lain ada ketidaksesuaian antara prosedur dengan pelaksanaan sanksi terhadap napi yang melarikan diri di lapangan, hal ini disebabkan karena terbatasnya infrastruktur dan kurang pekanya pihak LPA dalam merespon masalah internal antara napi. Saran yang bisa penulis berikan pertama Perlu semacam ketegasan dalam menegakkan aturan yang ada utamanya dalam melaksanakan prosedur penanganan terhadap Napi anak yang melarikan diri sehingga tidak ada dualisme penanganan. Mengingat apa yang ada dalam prosedur resmi disusun dalam rangka memenuhi hak-hak napi anak yang juga tertuang dalam Undang-Undang, kedua Perlu perhatian khusus terhadap pola pembinaan napi anak yang salah satunya bisa diwujudkan dalam meningkatkan anggaran untuk LPA, sehingga kasus tidak tersedianya sel isoalsi seperti di LPA Blitar tidak terjadi dilain waktu, dan yang terakhir Perlu kiranya pemerintah melalui LPA khususnya LPA Blitar untuk lebih aktif mencari praktek-praktek ilegal yang tumbuh di lingkungan LP, dan bisa bertindak dengan tegas seandainya ditemukan pelaku tindak pidana seperti yang dimaksud dalam LP dan memberikan jaminan keamanan kepada korban, sesuai dengan apa yang diamantkan oleh Undang-undang N0. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.