BENTUK-BENTUK DAN PENYEBAB PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH PENGEMUDI MIKROLET ( Studi di Wilayah Hukum Polresta Malang)
Main Author: | Yahya, Mahmud Arif |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2004
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.umm.ac.id/19799/ |
Daftar Isi:
- Dalam kompleksitas kehidupan manusia sehari-hari, tidak terlepas dari adanya banyak tuntutan, benturan kepentingan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Kondisi ini bisa memancing timbulnya sifat negatif, oleh karena itu faktor-faktor kesadaran hukum semakin perlu mendapatkan perhatian yang serius. Terlepas dari hal tersebut dalam lingkungan masyarakat sehari-hari ada kerentanan untuk terjadinya banyak pelanggaran-pelanggaran. Sedangkan hukuman yang ada bila pelanggar melakukan kesalahan tidak mampu membuat jera orang untuk melakukannya lagi. Selanjutnya semakin berkembangnya alat transportasi dan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia mendesak untuk dikeluarkannya produk hukum yang sesuai dengan kondisi yang ada. Hal ini tentunya berkaitan dengan upaya menciptakan peningkatan ketertiban ketentraman keamanan, dan keselamatan para pemakai jalan raya. Dari hal tersebut pemerintah telah merumuskan UU no. 14 th. 1992 sebagai perbaikan peraturan dari UU sebelumnya. Secara resmi UU no. 14 th. 1992 diterapkan pada bulan september 1993. Pelaksana UU ini dengan mempertimbangkan tantangan yang semakin kuat tuntutan kultural, lingkungan sosiologis. Faktor lingkungan seperti birokrasi, kualitas komunikasi, dan luas serta susunan kota. Demikian pula dengan yang terjadi diwilayah polresta malang khususnya pada pengemudi mikrolet yang sering kali dengan pertimbangan ekonomis (mencari penumpang umum dan mengejar setoran), tidak memperhatikan pemakai jalan yang lainnya. Sedangkan pelnggaran yang sering dilakukan pengemudi mikrolet khususnya jalur AMG, AG, ABG, GA, dan AJG beserta alasan pelanggaran tersebut dapat dilihat dapat dilihat dari hasil wawancara dengan pengemudi adalah ; 1. Melanggar batas muatan : karena diburu harus bisa membayar setoran dan tuntutan kebutuhan keluarga. 2. Melebihi batas kecepatan : karena memburu penumpang untuk memperoleh setoran. 3. Marka jalan melintang : tergesa-gesa untuk mengejar langganan penumpang pulang kerja. 4. Lampu rem dan tanda belok pecah atau mati : belum diganti. 5. Kaca spion pecah tersenggol dengan kaca spion yang lain. Upaya penanggulangan agar kedisiplinan berlalu lintas dapat terlaksana maka ada tindakan yang dilakukan antara lain : 1. Tindakan Preventif dilakukan dengan jalan memberikan himbauan kepada para pengguna lalu lintas agar tidak melanggar. Dengan demikian kaidah-kaidah hukum dan keserasian kaidah dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat bisa selaras. 2. Tindakan Represif dilakukan deangan jalan memberikan tindakan tilang kepada setiap pelanggar. Tindakan itu lebih bersifat memaksa dalam artian sangsi diberikan sebagai upaya terakhir bila pelanggar lalu lintas tidak mau mengindahkan peraturan lalu lintas dan keselamatan orang lain. 3. Tindakan Kuratif dilakukan dengan upaya penyembuhan pada orang yang sering melakukan pelanggaran, misalnya dengan memberikan pelatihan atau ujian berlalu lintas. Di dalam menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan metode Deskriptif Kualitatif, yaitu dengan cara menggambarkan permasalahan yang ada dengan berlandaskan pada teori dan menerangkan sesuai dengan data yang diperoleh.