Prinsip-Prinsip Negara Hukum dalam Piagam Madinah dan Konstitusi Indonesia; Suatu Analitis Deskriptif Komparatif
Main Author: | Priyono, Eko |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2006
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://eprints.umm.ac.id/13378/1/Prinsip-Prinsip_Negara_Hukum_dalam_Piagam_Madinah_dan_Konstitusi_Indonesia%253B_Suatu_Analitis_Deskriptif_Komparatif.pdf http://eprints.umm.ac.id/13378/ |
Daftar Isi:
- Negara adalah wujud kontrak sosial dan politik antara rakyat dan penguasa sebagai wakil rakyat dalam mencapai tujuan-tujuan bersama yang disepakati dan dituangkan dalam sebuah Konstitusi yang menjadi landasan berjalannya suatu organisasi negara. Penguasa dalam hal ini adalah tangan panjang dari rakyat yang diberikan kepercayaan untuk memberikan perlindungan dan pengayoman terhadap rakyat. Namun sayangnya, ekspektasi ideal tersebut sering kali jauh dari realitas faktual yang ada. Banyak sejarah mengisahkan penguasa yang otoriter-hegemonik berbuat sewenang-wenang dan menegasikan hak-hak rakyat. Sehingga negara yang seharusnya menjadi alat untuk mencapai tujuan bersama, justru menjadi alat yang melancarkan proses dehumanisasi, dan hak-hak rakyat pun tersingkirkan. Seperti pengalaman Orde Baru beberapa tahun lalu. Oleh sebab itulah, dibutuhkan pembatasan-pembatasan kekuasaan yang dapat menghindarkan penguasa dari tindakan sewenang-wenang yang hanya akan merugikan rakyat. Pada dasarnya pembatasan kekuasaan diletakkan dalam sebuah Konstitusi yang menjadi landasan suatu negara. Pembatasan kekuasaan memuat tugas dan wewenang penyelenggara negara sebagai pengemban amanat dalam mencapai tujuan bersama, dan pengakuan hak-hak asasi manusia sebagai wilayah yang tidak dapat diganggu dan harus dipenuhi oleh negara. Dengan kata lain, penguasa dalam menjalankan kewajibannya dibatasi oleh batasan-batasan Kewenangan dan wilayah asasi. Dalam konteks Indonesia, Konstitusi yang menjadi dasar utama negara adalah UUD 1945 yang memuat tugas dan wewenang penyelenggara negara, pembagian kekuasaan dalam tiga lembaga negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), dan pengakuan serta perlindungan hak-hak asasi manusia. Perjalanan pahit politik Orde Baru sangat bertentangan dengan garis-garis Konstitusi Indonesia. Rezim Orde Baru melakukan hegemoni dan manipulasi dalam segala hal termasuk hukum sebagai alat legitimasi tindakannya yang pada hakikatnya tidak sesuai dengan dasar negara. Selain itu, identitas sebagai negara hukum juga tercoreng dan tergantikan oleh negara yang berdasarkan kekuasaan. Negara hukum memiliki arti dalam penyelenggaraan negara, tindakan-tindakan penguasanya harus didasarkan hukum, dengan maksud untuk membatasi kekuasaan penguasa dan bertujuan melindungi kepentingan masyarakatnya, yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi anggota-anggota masyarakatnya dari tindakan sewenang-wenang. Berbicara tentang Konstitusi tidak terlepas dari sejarah Konstitusi tertua di dunia yang lahir di Madinah sebagai dasar negara Madinah yang dipimpin Nabi Muhammad Saw. Konstitusi itu juga disebut sebagai Piagam Madinah yang berisi kesepakatan-kesepakatan penduduk Madinah yang heterogen dan pengakuan serta jaminan hak-hak rakyat. Oleh sebagian kalangan Piagam tersebut juga dianggap sebagai Konstitusi yang mendahului peradaban dan banyak diikuti banyak negara modern saat ini. Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis merasa perlu melakukan analisa, bagaimana prinsip-prinsip negara hukum dalam UUD 1945 sebagai Konstitusi Indonesia dan konstitusi Madinah sebagai konstitusi pertama di dunia? Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui prinsip-prinsip negara hukum dalam Piagam Madinah dan UUD 1945 beserta perbandingan di antara keduanya. Dalam mengupas masalah tersebut, penulis menggunakan metode analisa deskriptif komparatif. Yaitu memaparkan prinsip-prinsip negara hukum dalam Piagam Madinah dan UUD 1945 kemudian mengomparasikan keduanya. Berdasarkan analisa, Piagam Madinah mengandung prinsip-prinsip pengakuan dan perlindungan HAM, persamaan di depan hukum, legalitas, demokrasi, dan Peradilan yang tidak memihak. Sementara UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip pengakuan dan perlindungan HAM, persamaan di depan hukum, legalitas, Pembagian Kekuasaan, demokrasi, dan Peradilan yang tidak memihak. Perbedaan antara keduanya adalah tidak ada prinsip pembagian kekuasaan dalam Piagam Madinah. Hal itu dapat dipahami karena kekhawatiran akan kesewenang-wenangan penguasa dapat dikikis oleh sifat Muhammad sebagai kepala negara sekaligus sebagai Nabi penyampai wahyu. Oleh sebab itu, perbedaan tersebut bukanlah suatu kekurangan dari Piagam Madinah. Selama pemerintahan Madinah Nabi Muhammad telah mencontohkan bagaimana menjadi pemimpin negara yang baik, bertanggung jawab dan adil. Karena Nabi sadar, bahwa hukum adalah arahan dan batasan perilaku manusia. Sehingga ketika hukum ditaati maka kesejahteraan dan keadilan akan tercapai dengan sendirinya.