PEMENUHAN HAK WARIS BAGI AHLI WARIS PENYANDANG DISABILITAS MENTAL (Analisis Yuridis Perspektif Kompilasi Hukum Islam dan KUHPerdata)

Main Author: Yunah Arifiani,
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2022
Subjects:
Online Access: http://repository.syekhnurjati.ac.id/9620/1/1808201042_1_cover.pdf
http://repository.syekhnurjati.ac.id/9620/2/1808201042_2_bab1.pdf
http://repository.syekhnurjati.ac.id/9620/3/1808201042_6_bab5.pdf
http://repository.syekhnurjati.ac.id/9620/4/1808201042_7_dafpus.pdf
http://repository.syekhnurjati.ac.id/9620/
http://web.syekhnurjati.ac.id
Daftar Isi:
  • Kewarisan merupakan perpindahan kepemilikan dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik kepemilikan tersebut berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, maupun hak-hak yang sesuai dengan syariat Islam. Dalam Pasal 171 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa “hukum kewarisan ialah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing”. Hukum kewarisan merupakan penyelesaian dalam hubungan hukum dalam masyarakat yang memiliki sedikit banyak kesulitan akibat dari meninggalnya seseorang. Warisan merupakan persoalan tentang apa dan bagaimana hak dan kewajiban seorang yang telah meninggal dunia dan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Pembahasan ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi rumusan masalah “Bagaimana pemenuhan hak waris bagi ahli waris penyandang disabilitas mental?”, “Bagaimana pandangan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPerdata tentang status waris bagi penyandang disabilitas mental?”. Untuk menjawab permasalahan diatas, maka penulis menggunakan penelitian hukum dengan metode penelitian kualitatif deskriptif yang ditujukan untuk memaparkan dan menggambarkan fakta-fakta berdasarkan cara pandang atau kerangka berpikir tertentu. Spesifikasi penelitian ialah yuridis normatif, yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Ahli waris penyandang disabilitas mental tidak memiliki halangan untuk mewaris, namun untuk menjadi ahli waris, penyandang disabilitas tersebutu membutuhkan seseorang untuk membantunya dalam mengelola harta warisan. Oleh karena itu, maka baginya diangkatlah wali berdasarkan dengan putusan hakim atau utusan keluarga. Begitu pula dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwasanya ahli waris penyandang disabilitas mental kedudukannya disamakan dengan seorang anak-anak atau orang yang belum dewasa. Dan dalam pelaksanaannya, maka diangkatlah seorang pengampu bagi ahli waris penyandang disabilitas tersebut guna untuk mewakili dalam pengurusan hartanya.