Ulama Pasca Sunan Gunung Jati: Jaringan Intelektual Islam Cirebon Abad ke-16 sampai dengan Abad ke-18
Main Author: | Didin Nurul Rosidin, DN |
---|---|
Format: | Article PeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
LABORATORIUM SOSIOLOGI Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Walisongo, Semarang- Indonesia
, 2017
|
Online Access: |
http://repository.syekhnurjati.ac.id/3074/1/Ulama%20pasca%20Sunan%20Gunung%20Jati%20%28publish%29.pdf http://repository.syekhnurjati.ac.id/3074/ |
Daftar Isi:
- Abstrak : Artikel ini membahas mengenai dinamika jaringan intelektual Islam di Cirebon paska Sunan Gunung Jati pada akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-18. Era tersebut sangat krusial karena setiap dinamika jaringan intelektual Islam berlangsung setelah kematian Sunan Gunung Jati. Sehingga implikasinya mengarah pada eksistensi institusi pendidikan Islam yang ada di dalam Keraton, yang notabene merupakan salah satu basis dari jaringan intelektual Islam yang ada di Cirebon, pun merupakan wacana intelektual dominan yang berlangsung selama dua abad. Terdapat tiga tahap perkembangan jaringan intelektual Islam di Indonesia yang terkait dengan Timur Tengah yang merupakan pusat dan juga referensi utama sejak abad ke-13 hingga abad ke-20. Pertama, islamisasi (islamisation). Tahapan ini merupakan era dimana untuk pertama kali Islam disebarkan oleh para pedagang muslim, penjelajah, dan cendekiawan muslim (ulama). Ini berlangsung sekitar abad ke-13. Kedua, neo-sufism. Neo sufisme telah berlangsung selama tiga abad, sejak abad ke-16 hingga abad ke-18. Dalam era ini sebagian cendekiawan muslim telah mempunyai banyak peran yang sangat signifikan untuk mendiseminasikan pengetahuan dan pergerakan dari Timur Tengah ke seluruh Nusantara. Ketiga, purifikasi Islam. Sebagian cendekiawan muslim telah menyelesaikan pendidikan dan ibadah haji mereka dan kemudian aktif menyebarkan ide-ide mengenai kemurnian Islam yang berkembang di Timur Tengah.