Praktik adat Tunggu Tubang pada masyarakat Semende di tanah rantauan
Main Author: | Azriyani |
---|---|
Other Authors: | Mesraini |
Format: | bachelorThesis |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/41799 |
Daftar Isi:
- Adat Tunggu Tubang merupakan suatu sistem adat yang terdapat pada Suku Semende yaitu pembagian harta warisan yang otomatis jatuh secara turuntemurun kepada anak perempuan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan adat Tunggu Tubang pada Suku Semede yang berada di perantauan. Apakah mereka masih menerapkan adat Tunggu Tubang ini atau tidak. Dalam skripsi ini juga akan diteliti alasan mengapa mereka masih menerapkannya atau meninggalkannya. Selain itu juga, akan diuraikan persamaan dan perbedaan pelaksanaan adat Tunggu Tubang pada Suku Semende di daerah asalnya dengan di daerah perantauan. Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang dilakukan di daerah Waydadi Bandar Lampung. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang dasar tujuannya pada permasalahanpermasalahan yang ada dalam masyarakat untuk mengetahui realitas yang ada dalam masyarakat. Karena suatu tindakan seseorang pada prinsipnya merupakan hasil proses sosial ketika orang tersebut berinteraksi dengan orang lain. Sehingga tidak hanya memaparkan ciri tertentu tetapi juga menggali dan menganalisa bagaimana hal itu terjadi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Yang diwawancarai adalah tokoh adat, tokoh agama, anak Tunggu Tubang serta beberapa elemen masyarakat Semende yang berada di Kelurahan Waydadi. Dan data yang terkumpul dianalisa dengan metode komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kewarisan adat Tunggu Tubang pada Suku Semende di daerah Waydadi ini dapat dilakukan sebelum dan sesudah orang tuanya meninggal yang cara pelaksanaan dilakukan secara turun temurun yang otomatis jatuh kepada anak perempuan pertama. Alasan masih diterapkannya adat Tunggu Tubang ini karena adat ini merupakan warisan dari nenek moyang yang harus dilestarikan dan juga sebagai pusat tempat berkumpulnya semua keluarga baik keluarga deket dan keluarga jauh. Persamaan pelaksanaan adat Tunggu Tubang di daerah asal dan di daearah perantauan dapat dilihat dari waktu pelaksanaan pembagian, penerimaan harta Tunggu Tubang, harta Tunggu Tubang dan hak anak Tunggu Tubang. Sedangkan perbedaannya terletak pada tanggung jawab anak Tunggu Tubang, di daerah asal tanggung jawab anak Tunggu Tubang harus mengawasi secara langsung harta Tunggu Tubang dan tidak boleh diwakilkan sedangkan di daerah perantauan, dalam pengawasannya boleh diwakilkan.