Penerapan Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT Dalam Kasus Gugat Cerai Dengan Alasan KDRT studi analisis putusan Pengadilan Agama no.078/Pdt.G/2007/PA.JP

Main Author: Rina Septiani
Other Authors: Afifi Fauzi Abbas
Format: Bachelors
Terbitan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2009
Online Access: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/18537
Daftar Isi:
  • x, 83 p.; 28 cm.
  • Banyaknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan terus meningkat dari tahun ke tahun membuat LSM khususnya Komnas Perempuan prihatin dan mengusulkan RUU PKDRT ke DPR. Setelah melalui beberapa tahap, akhirnya undang-undang PKDRT disahkan pada Tanggal 22 September 2004, namun kekerasan tetap terus meningkat bahkan data di Komnas Perempuan menyatakan bahwa Pengadilan Agama lebih banyak menangani kasus KDRT dibandingkan lembaga lainnya. Ironisnya hakim Pengadilan Agama banyak yang belum mengetahui atau menggunakan Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT sebagai rujukan atau pertimbangan dalam memutuskan perkara perceraian yang mengandung unsur KDRT. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya wawasan hakim-hakim Pengadilan Agama padahal Komnas Perempuan sudah mengadakan pelatihan bagi hakim Pengadilan Agama untuk menyelesaikan kasus percerain yang mengandung unsur KDRT. Terlepas dari itu semua tidak semua hakim Pengadilan Agama tidak mengetahui dan menggunakan undang-undang PKDRT. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat sudah mengetahui dan menggunakan undang-undang PKDRT walaupun undang-undang tersebut tidak dijadikan sebagai dasar hukum melainkan hanya sebagai pemberitahuan. Hal tersebut dapat dilihat pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat No. 078/Pdt.G/2007/PA.JP dalam perkara ini ada unsur kekerasan baik fisik maupun psikis yang dilakukan suami dan dalam putusannya hakim menggunakan undang-undang PKDRT sebatas pemberitahuan atau informasi bukan sebagai dasar hukum dalam memutuskan perkara tersebut.