Model Pemanfaatan Bangunan Tradisional Jawa Sebagai Salah Satu Objek Wisata Budaya (Kasus di Kampung Kauman Yogyakarta)
Main Author: | Chawari, Muhammad |
---|---|
Format: | Article info application/pdf Journal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Balai Arkeologi Yogyakarta
, 2004
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/berkalaarkeologi/article/view/899 http://berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/berkalaarkeologi/article/view/899/838 |
Daftar Isi:
- The name "Kauman" means the dwelling place of a group of religious experts, where the village is closely related to the existence of the Yogyakarta Sultanate Palace. This palace was founded around 1755, based on the Giyanti agreement which divided the Mataram Kingdom into two, namely the Yogyakarta Sultanate and the Surakarta Sunanate. Meanwhile, the establishment of Kauman Village was not much different from the founding of the Kraton Yogyakarta, because the Grand Mosque which was located in Kauman Village was founded in 1773. Thus, the existence of this village is certainly not much different from the establishment of the Grand Mosque.
- Nama "Kauman" berarti tempat berdiamnya sekelompok ahli agama, di mana kampung tersebut berkaitan erat dengan keberadaan Kraton Kasultanan Yogyakarta. Kraton ini berdiri sekitar tahun 1755, berpatokan terjadinya perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sementara itu, berdirinya Kampung Kauman tidak jauh berbeda waktunya dengan pendirian Kraton Yogyakarta tersebut, sebab Masjid Besar yang terletak di Kampung Kauman didirikan pada tahun 1773. Dengan demikian keberadaan kampung ini tentunya tidak berbeda jauh dengan berdirinya Masjid Besar tersebut.