Pandangan masyarakat terhadap wakalah wali dalam akad nikah: Studi kasus di Desa Pakurejo Kec. Sukorejo Kab. Pasuruan

Main Author: Arifin, M. Sulthonul
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2010
Subjects:
Online Access: http://etheses.uin-malang.ac.id/1375/1/03210043_Skripsi.pdf
http://etheses.uin-malang.ac.id/1375/
Daftar Isi:
  • INDONESIA: Wali adalah syarat mutlak dalam sebauh pernikahan. Meskipun demikian, di kalangan masyarakat tertentu posisi wali tersebut diartikan dalam makna yang sangat sederhana. Artinya, posisi wali hanya dijadikan formalitas belaka. Di berbagai tempat atau daerah, termasuk di Desa Pakukerto Kec. Sukorejo Kab. Pasuruan, banyak praktek yang memperlihatkan hal ini. Wali lebih mempercayai orang lain untuk mewakilkan dirinya dalam prosesi akad tersebut. Walaupun pada dasarnya tidak ada kendala apapun baik dalam konteks syar’i maupun sosial yang menghalangi meraka untuk melakukan ijab dalam prosesi akad nikah tersebut. Adapun fokus penelitian ini adalah membahas hal-hal yang berkaitan dengan pandangan masyarakat tentang wakalah wali nikah dan motivasi masyarakat Desa Pakurejo Kec. Sukorejo Kab. Pasuruan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Adapun hasil penelitian ini adalah, pertama, Semua masyarakat Desa Pakukerto setuju bahwa wali adalah salah satu syarat sah dalam sebuah pernikahan, tetapi mereka tidak terbiasa menikahkan anak perempuannya sendiri. Sehingga setiap pernikahan di Desa Pakukerto wali selalu mewakilkan haknya penghulu atau tokoh agama setempat. Kedua, adapun motivasi masyarakat dalam melakukan wakalah wali adalah 1) Masyarakat merasa senang atau bangga jika yang menikahkan putri mereka kiai atau guru dari anak tersebut, 2) Sudah menjadi budaya di masyarakat Pakukerto wali nikah mewakilkan haknya kepada orang lain dan 3) Banyak masyarakat yang merasa tidak mampu untuk menikahkan anaknya sendiri sehingga mereka mewakilkanya kepada penghulu atau tokoh agama setempat.