Analisis Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Perkreditan Rakyat "ABC" Di Kecamatan X - Jawa Barat
Main Author: | Saptono , Saptono |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed application/pdf |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 1997
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.sb.ipb.ac.id/421/1/2-01-Saptono-cover.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/421/2/2-02-Saptono-Ringkasaneksekutif.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/421/3/2-03-Saptono-daftarIsi.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/421/4/2-04-Saptono-pendahuluan.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/421/ |
Daftar Isi:
- BPR "ABC" didirikan bulan Juli 1994 di kota Kecamatan X - Jawa Barat, dengan modal dasar sebesar Rp.500 juta, dan modal disetor sebesar Rp.100 juta. Pada bulan Pebruari 1997, para pemegang saham menambah setoran modalnya sebesar Rp.95 juta menjadi sebesar Rp.195 juta. Total aset akhir Maret 1997 adalah sebesar Rp 403,92 juta, antara lain berasal dari Tabungan sebesar Rp.34,79 juta suku bunga 17 persen/tahun, Deposito Berjangka sebesar Rp.170 juta suku bunga antara 15 – 18 persen/tahun, dan modal disetor sebesar Rp.195 juta. Dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman sebesar Rp.341,79 juta atau 84,62 persen dari total asset dengan suku bunga antara 30 - 48 persen/tahun. Keuntungan secara kumulatif sejak beroperasi sampai akhir Maret 1997 defisit sebesar Rp.5 juta, terutama disebabkan meningkatnya biaya personalia rata-rata sebesar Rp.2,96 juta/bulan atau 72,20 persen pada triwulan 1/1997, dan menurunnya pendapatan bunga kredit rata-rata sebesar Rp.0,90 juta/bulan atau 10,41 persen. Kredit bermasalah akhir tahun 1996 sebesar Rp.22,88 juta atau 9,15 persen, pada akhir Maret 1997 meningkat menjadi sebesar Rp.103,44 juta atau 30,27 persen dari total kredit, terdiri kredit kurang lancar sebesar Rp.28, 16 juta atau 8,24 persen, kredit diragukan sebesar RpA4,67 juta atau 13,07 persen, dan kredit macet sebesar Rp,30,61 juta atau 8,96 persen. Besarnya kredit yang bermasalah sangat mempengaruhi keuntungan BPR "ABC", karena lebih dari 90 persen pendapatan bersumber dari hasil bunga pinjaman. Tunggakan bunga posisi akhir Maret 1997 adalah sebesar Rp.11 ,83 juta, berasal dari kredit lancer sebesar Rp.1,64 juta dan kredit bermasalah sebesar Rp.1 0, 19 juta. Sedangkan tunggakan angsuran pokok sebesar Rp.59,47 juta, berasal dari kredit lancer sebesar Rp.3,27 juta dan kredit bermasalah sebesar Rp.56,20 juta. Apabila timbulnya kredit bermasalah tersebut tidak segera dikendalikan, dikhawatirkan suatu saat akan mengganggu Iikuiditasnva. Untuk menghindari hal dimaksud perlu segera dilakukan upaya penyelamatan, antara lain melakukan analisis faktor-faktor penyebab timbulnya kredit bermasalah, sekaligus mencari upaya agar timbulnya kredit bermasalah dapat diminimisasikan. Berdasarkan kenyataan terse but, dirumuskan masalah (1) Bagaimana proses pemberian kredit pada BPR "ABC". (2) Apakah kredit yang diberikan telah dilakukan pemantauan, bagaimana pelaksanaannya. (3) Bagaimana sistem administrasi kreditnya. (4) Mengapa banyak timbul kredit bermasalah. (5) Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk menyelamatkanl menyelesaikan kredit bermasalah serta meminimisasikan timbulnya kredit bermasalah. Tesis ini bertujuan untuk : (1) Menganalisa kinerja kredit BPR "ABC". (2) Menganalisa proses pemberian kredit. (3) Menganalisa pelaksanaan pemantauan kredit. (4) Memberikan alternatif solusi penyelamatan kredit bermasalah, serta upaya meminimisasikan timbulnya kredit bermasalah. Ruang Iingkup penelitian dibatasi untuk menganalisa kredit bermasalah pada akhir Maret 1997 di BPR "ABC". Lokasi penelitian pada BPR "ABC" di Kecamatan X - Jawa Barat, dilaksanakan selama 2 bulan. Data diperoleh melalui wawancara dengan petugas kredit dan Direktur BPR "ABC", meneliti data/berkas debitur bermasalah, serta data dan informasi dari kepustakaan. Pengolahan data dilakukan melalui tabeltabel, dan dianalisis dengan model "Matrik Analisis Tingkat Kelemahan Kredit (ANTIK)". Hasil analisis menunjukkan, bahwa kinerja kredit BPR "ABC" relatip rendah bila dibanding dengan normatik Bank Indonesia maupun rata-rata perbankan lainnya. Kredit lancar menurut normatik Bank Indonesia minimal sebesar 93 persen, BUMN sebesar 85,90 persen, BPR di Botabek sebesar 94,21 persen, BPR "ABC" sebesar 69,73 persen. Kredit bermasalah menurut normatik Bank Indonesia maksimum sebesar 7 persen, BUMN sebesar 14,10 persen, BPR di Botabek sebesar 5,79 persen, BPR "ABC" sebesar 30,27 persen. Upaya penye/amatan kredit bermasalah yang dilakukan sampai dengan akhir Maret 1997 oleh BPR "ABC" : (1) Pelunasan, total kredit bermasalah sebesar Rp.187,24 juta dari 118 debitur, telah lunas sebesar Rp.27,04 juta atau 14,44 persen dari 31 debitur. Strategi penyelesaian antara lain, debitur yang usahanya sudah tidak ada atau sudah tidak mungkin dipertahankan, ditagih secara terus-menerus sampai kreditnya lunas. Sumber pelunasan berasal dari hasil penjualan jaminan, penjualan aset lain, serta sumber lainnya. (2) Rescheduling (penjadualan kembali), total kredit yang dilakukan perpanjangan jangka waktu pelunasannya sebesar Rp.56,76 juta atau 30,31 persen dari 35 debitur. Alasannya menyempurnakan dokumen-dokumen kredit yang cacat dan belum lengkap. Sisa kredit bermasalah yang belum berhasil diselesaikan sampai dengan akhir Maret 1997 adalah sebesar Rp.1 03,44 juta atau 55,25 persen dari 52 debitur. Berdasarkan hasil analisis dengan Matrik Antik, timbulnya kredit bermasalah bersumber dari : 1. Kelemahan proses pemberian kredit sebesar 77,46 persen, terdiri dari proses analisis kredit sebesar 58,45 persen dan persetujuan kredit sebesar 19,01 persen. Unsur-unsur proses pemberian kredit, meliputi : a) Pengumpulan dan verifikasi data sebesar 19,50 persen, artinya data/informasi tentang calon debitur tidak lengkap, tidak akurat, dan belum diverifikasi (mengecek kebenaran) data. b) Analisis aspek pemasaran sebesar 10,00 persen, artinya bank belum mengkaji aspek pemasaran. c) Analisis aspek produksi sebesar 9,00 persen, artinya bank belum mengkaji aspek produksi. d) Analisis aspek keuangan sebesar 8,00 persen, artinya pertimbangan kebutuhan kredit hanya dinilai berdasarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba. e) Analisis aspek manajemen sebesar 6,67 persen, artinya bank belum mengkaji aspek manajemen. f) Analisis aspek lainnya sebesar 5,28 persen, artinya hanya didasarkan atas nilai jaminan yang diserahkan tanpa mempertimbangkan risiko ekstern (Iuar perusahaan). Unsur-unsur persetujuan kredit, meliputi : a) Persetujuan usulan kredit sebesar 8,20 persen, artinya keputusan kredit belum mencerminkan pertimbangan tingkat kelayakan, keamanan, dan kemampuan debitur. b) Kepatuhan persyaratan pencairan kredil sebesar 6,75 persen, artinya pencairan kredil dapal dilaksanakan selelah debilur menanda-langani Perjanjian Kredil, tanpa mengecek kelengkapan persyaralan lainnya. c) Ikhtisar fasililas kredil kredil sebesar 2,72 persen, artinya jenis, sifat, tujuan, dan syaral kredil belum dicantumkan dalam usulan kredil. d) Perubahan persyaralan kredil sebesar 1,34 persen, artinya sebagian besar perubahan persyaralan kredit lelah diusulkan kepada pemulus. 2. Kelemahan saat pemantauan kredit sebesar 63,71 persen, terdiri dari pemantauan debitur sebesar 29,71 persen dan pemantauan administrasi kredit sebesar 34,00 persen. Unsur-unsur pemantauan debitur, meliputi : a) Pemantauan usaha debitur sebesar 17,48 persen, artinya pemantauan hanya dilakukan kepada beberapa debitur, dan pelaksanaannya belum efektip. b) Pemantauan dokumen kredit sebesar 8,00 persen, artinya pemantauan dokumen hanya berdasarkan rekap isi file (arsip) masing-masing debitur. c) Pemantauan klasifikasi kredit sebesar 4,23 persen, artinya pemantauan klasifikasi (tingkatan) kredit belum dilaksanakan secara efektip. Unsur-unsur pemantauan administrasi kredit, meliputi : a) Pemantauan sistem administrasi kredit sebesar 18,46 persen, artinya jarang dilakukan pemantauan. b) Pemantauan pelaporan kredit sebesar 11,85 persen, artinya hanya dititik-beratkan pada ketepatan waktu penyampaian laporan kredit ke Bank Indonesia. c) Pemantauan persetujuan kredit sebesar 3,69 persen, artinya melalui keterangan langsung ke debitur tanpa dilakukan pengecekan kelokasiusahanya. Dalam rangka meminimisasikan timbulnya kredit bermasalah, hal-hal yang sudah dilakukan oleh BPR "ABC" adalah : pembenahan personil, membatasi pemberian kredit baru, peningkatan frekuensi penagihan kredit, dan memurnikan kolektibilitas kredit. Upaya penyelamatan kredit bermasalah yang disarankan adalah : 1. Kredit kurang lancar. Debitur-debitur yang kondisi usahanya turun/sedang/baik dan kemampuan membayarnya rendah, dilakukan rescheduling (penjadualan kembali) dengan cara menurunkan jumlah angsuran pokok dan memperpanjang jangka waktu kredit. 2. Kredit diragukan. Debitur yang usahanya sudah tidak ada/tutup, namun jaminan/aset lain masih ada, bank membantu mencarikan calon pembeli. Debitur yang kondisi usahanya sedang/baik dan kemampuan membayarnya rendah, dilakukan Reconditioning (persyaratan kembali) dengan mengubah persyaratan kredit dari sistem angsuran menjadi rekening koran, artinya debitur setiap bulan hanya berkewajiban untuk membayar bunga kreditnya, sedangkan pelunasan pokok pinjaman dilakukan pada saat jatuh tempo, atau kredit dapat diperpanjang berulang-ulang sesuai kebutuhan. Debitur yang usahanya turun dan kemampuan membayarnya rendah, bank membantu menjualkan aset yang tidak produktip untuk pelunasan kreditnya. 3. Kredit macet. Debitur yang usahanya sudah tidak ada/tutup, aset yang dimiliki sudah tidak ada, dan orangnya pindah/sulit dicari, diupayakan menghubungi keluarganya/kenalannya untuk memperoleh alamat baru debitur atau diiklankan melalui mass media. Debitur yang kondisi usahanya sedang dan kemampuan membayarnya rendah, dilakukan reconditioning (persyaratan kembali) dengan melakukan kapitalisasi bunga, artinya jumlah tunggakan bunga didudukkan sebagai kredit baru atau digabung dengan kredit yang sudah ada, dan mengubah persyaratan kredit dari system angsuran menjadi rekening koran. Debitur yang kondisi usahanya menurun, kemampuan membayarnya rendah, dan aset lain yang dimiliki tinggi, bank membantu menjualkan aset yang tidak produktip untuk pelunasan kreditnya. Upaya untuk meminimisasikan timbulnya kredit bermasalah disarankan : 1. Program Jangka Pendek : a) Menyempurnakan metode pengumpulan data, dengan cara : bank menyiapkan formulir yang berisi data calon debitur, formulir hasil kunjungan ke lokasi calon debitur, memberi pelatihan kepada petugas kredit. b) Meningkatkan kualitas analisis kredit, dengan cara : merekrut lulusan 0-3 atau S-1, melakukan pelatihan, penyempurnaan system dan prosedur kredit, menyusun formulir standar analisis kredit. c) Meningkatkan kualitas pemutus kredit, dengan cara : memberikan pelatihan. d) Menyempurnaan sistem administrasi kredit, dengan cara : menyusun buku pedoman pembukuan, membuat program pembukuan, melakukan pelatihan. e) Penyempurnaan file dokumen kredit, dengan cara : membuat standar isi dokumen kredit, pengadaan map dokumen kredit yang seragam, penyimpanan dokumen kredit pada tempat yang aman dan mudah dijangkau, penyusunan arsip kredit berdasarkan nomor rekening debitur. f) Meningkatkan frekuensi dan kualitas pemantauan kredit, dengan cara : memperketat jadual pemantauan, hasil pemantauan agar dituangkan ke dalam formulir pemantauan dan ditanda-tangani Direktur I, hasil pemantauan disimpan ke dalam berkas masing-masing debitur. 2. Program Jangka panjang: membentuk badan/lembaga appraisal (penilai) kredit oleh pihak luarl BPR yang diprakarsai pihak pemerintah/swasta sejenis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) misalnya, dan harus bersikap independen (netral). Badan/lembaga ini berkerjasama dengan BPR untuk mencari calon-calon debitur yang betul-betul layak. Hasil penilaian diusulkan kepada BPR untuk ditindak-Ianjuti. Lembaga/badan ini nantinya diharapkan dapat berkiprah lebih luas, antara lain memberikan bantuan pembinaan/pelatihan, jasa konsultasi, jasa penghubung antara perusahaan kecil/koperasi dengan BPR, pemerintah, pengusaha besarl menengah, serta lembaga/badan lainnya, baik yang berkaitan dengan permodalan, pengadaan bahan baku, pemasaran, dan lain sebagainya. Tenaga kerja yang digunakan sebaiknya diambil dari lulusan 8-1 yang berkualitas, kemudian diberi bekal pelatihan yang cukup, sehingga mampu melakukan tugasnya dengan baik. Apabila badan/lembaga ini bisa terwujud, diharapkan sangat membantu BPR untuk mendapatkan calon-calon debitur yang potensial dan layak diberi kredit, sehingga di masa mendatang timbulnya kredit bermasalah dapat diminimisasikan. Dilain pihak, debitur dapat menikmati kredit dengan suku bunga yang rendah, kemudahan mendapatkan bahan baku/barang dagangan yang dibutuhkan dan pemasaran hasil produksinya. 3. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji : a) Kemungkinan penyebab lain timbulnya kredit bermasalah seperti misalnya : selisih bunga yang cUkup besar antara suku bunga kredit dibanding suku bunga simpanan (15 – 30 persen), sektor usaha yang sudah mulai jenuh atau tingkat persaingan cukup ketal. b) Upaya-upaya konkrit (nyata) untuk mewujudkan terbentuknya badan/lembaga appraisal tersebul.