Analisis strategi implementasi kebijakan peningkatan daya saing industri pengolahan kelapa sawit di propinsi sumatera utara melalui pendekatan kluster
Main Author: | Nurseppy, Ida |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2006
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.sb.ipb.ac.id/2484/1/E20-01-Nurseppy-Cover.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/2484/2/E20-02-Nurseppy-Ringkasaneksekutif.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/2484/3/E20-03-Nurseppy-Abstract.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/2484/4/E20-04-Nurseppy-Daftarisi.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/2484/5/E20-05-Nurseppy-Pendahuluan.pdf http://repository.sb.ipb.ac.id/2484/ |
Daftar Isi:
- Indonesia, khususnya wilayah sepanjang pantai Sumatera Utara, menjadi sangat menguntungkan apabila dapat mengembangkan industri pengolahan kelapa sawit karena saat ini telah menjadi daerah perkebunan yang sangat baik untuk menanam pohon kelapa sawit dan bahkan menjadi lokasi potensial bagi penanaman kelapa sawit. Minyak sawit mentah (CPO) sebagai produk tanaman kelapa sawit tumbuh menjadi komoditas andalan pertanian di dalam negeri karena memiliki andil sebagai pemasok devisa negara dan bahkan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah relatif besar. Proses globalisasi telah mendorong tingkat ketergantungan di antara negara-negara di dunia, sehingga setiap negara atau wilayah dari suatu negara dapat menjadi bagian dari produksi dan sistem pemasaran global, sepanjang kapasitas yang ada mampu meningkatkan efisiensi dasar perekonomiannya sehingga dapat menggerakkan produktivitas dan profitabilitas industri secara optimal. Kondisi seperti ini diharapkan dapat juga terjadi pada industri pengolahan kelapa sawit di Propinsi Sumatera Utara. Agar dapat menempati posisi utama dalam dunia perkelapasawitan, diperlukan kebijakan dalam strategi pengembangan industrinya untuk memperkuat keunggulan kompetitif, khususnya di pasar global. Salah satu langkah yang dimungkinkan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengimplementasikan “pendekatan klaster industri” sebagai kata kunci dalam memformulasikan strategi dan kebijakan industri yang baru. Melalui Kebijakan Pengembangan Industri Nasional (KPIN) 2004-2009 telah dirumuskan penetapan prioritas pengembangan industri nasional melalui pendekatan klaster yang diadaptasi dari konsep yang dikembangkan oleh Michael Porter dan telah sukses diimplementasikan di beberapa Negara. Industri pengolahan kelapa sawit menjadi salah satu dari jenis industri yang diprioritaskan untuk dikembangkan dengan pendekatan klaster industri, khususnya di wilayah Propinsi Sumatera Utara. Mengingat pendekatan klaster merupakan konsep pengembangan industri yang yang baru dan akan diterapkan di Indonesia, maka implementasi kebijakannya masih dalam proses mencari bentuk, khususnya didasarkan pada faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki industri dimaksud. Untuk itu, tujuan penelitian ini dimaksudkan guna mengidentifikasi faktor lingkungan yang berdampak pada pengembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia, khususnya Propinsi Sumatera Utara, sehingga diperoleh gambaran mengenai posisi daya saing industrinya secara keseluruhan. Penggunaan konsep klaster industri juga dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran bahwa di Propinsi Sumatera Utara telah terjadi keterkaitan diantara industri-industri yang terkait dengan pengolahan kelapa sawit yang memiliki interaksi positif sehingga dimungkinkan untuk lebih ditingkatkan daya saingnya. Penelitian ini diharapkan mampu merekomendasikan langkah-langkah implementasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh seluruh stakeholder perkelapasawitan melalui pendekatan konsep klaster industri dalam kerangka kebijakan pemerintah. Dalam melakukan penelitian, metodologi yang digunakan adalah melalui analisis pendekatan “model berlian” Michael Porter. Pendekatan model-berlian dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor daya saing yang dapat dilihat dari fungsi saling keterkaitan antar elemen, yaitu tingkat persaingan antar perusahaan, kondisi permintaan, keberadaan industri pendukung dan kondisi input yang mencakup suplai berbagai sumber daya. Dari hasil pemetaan faktor-faktor daya saing tersebut dapat mempermudah diperoleh gambaran kemungkinan industri pengolahan kelapa sawit di Propinsi Sumatera Utara dikembangkan melalui pendekatan klaster. Dengan memperbandingkan kondisi saat ini dengan kondisi ideal yang diharapkan di masa depan, dapat diperoleh gambaran perbedaan (gap) yang perlu diatasi melalui langkah-langkah kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah sebagai salah satu stakeholder yang terkait dengan pengembangan industri kelapa sawit di Propinsi Sumut. Untuk mengisi gap antara kondisi saat ini dengan kondisi ideal yang diharapkan, melalui kewenangannya dalam hal kebijakan, Pemda Propinsi dapat membentuk wadah/kelembagaan Klaster Industri Kelapa Sawit yang di-inisiasikan oleh Bappeda dan mengusulkan kepada pemerintah pusat mengenai pembentukan Dewan Kelapa Sawit Nasional untuk menjembatani kepentingannya dalam mengatasi berbagi permasalahan, baik internal (mis, produktivitas, perijinan/pungutan, infrastruktur, pengembangan industri hilir, dll) maupun eksternal (mis, harga ekspor, hambatan perdagangan global, dll). Sementara itu, dilakukan juga analisa proses hirarki analitik (AHP) yang dikembangkan oleh Proff. Thomas L.Saat yang dirancang untuk menangkap persepsi pakar secara rasional yang terkait erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didisain untuk sampai pada skala diantara beberapa alternative, sehingga hasilnya dapat digunakan pada penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam suatu konflik. Hasil analisis menggunakan metoda AHP dapat digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai prioritas strategi kebijakan yang sebaiknya diambil untuk mengembangkan tingkat daya saing industri minyak sawit di Propinsi Sumatera Utara. Dari 3 (tiga) pilihan strategi langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Pemda Propinsi Sumut untuk melaksanakan kebijakan klaster industri minyak sawit, yaitu aktivasi atau inovasi atau tidak melakukan tindakan apapun, dapat dirumuskan urutan prioritas pelaksanaannya melalui hasil analisa persepsi para stakeholder (wakil dari kalangan pemerintahan, dunia usaha, dan masyarakat). Prioritas yang lebih baik dilakukan adalah melalui kebijakan aktivasi klaster industri yang secara alamiah selama ini sudah dilakukan dibandingkan dengan langkah kebijakan inovasi klaster industri, dengan mempertimbangkan aspek-aspek antara lain seperti: masih sulitnya menarik investasi baru untuk pembangunan industri hilir minyak sawit, terbatasnya akses pasar untuk produk-produk turunan industri minyak sawit, dan tingginya tingkat persaingan di pasar global sehingga potensi yang saat ini sudah dimiliki (mis, suplai produksi, akses pasar, tingkat harga, dll) perlu tetap dijaga dan dioptimalkan pemanfaatannya.